wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Aliran Teologi Murji’ah

Aliran Teologi Murji’ah



I. Pendahuluan

Salam sejahtera bagi kita semua, dalam makalah ini kami akan memaparkan pemahaman kami tentang aliran teologi Murji’ah, dalam pembahasan ini kami telah memaparkan apa itu teologi Murji’ah, bagai mana Murji’ah ini bisa ada, siapa tokoh-tokohnya, serta pemikiran atau ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita semua Tuhan Yesus Memberkati.

II. Pembahasan

2.1. Teologi Murji’ah

Reaksi lain atas sikap Khawarij datang dari cucu Ali, Abu Hasyim Hasan ibn Muhammad al-Hanafiyyah yang menentang paham penguasa ini dalam kitabnya al-Irja’. Baginya, pelaku dosa besar tidaklah kafir dan tidak pula memengaruhi keimanan seseorang. Mereka masih mengharapkan (irja’) maghfirah atau ampunan dari Allah Swt. Oleh karena itu paham ini sering disebut Murji’ah.[1]

Pendapat serupa dikemukakan oleh Harun Nasution, bahwa bagi mereka sahabat-sahabat Nabi Saw yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar, dan mereka memandang lebih baik untuk menunda (arja’a) persoalan-persoalan yang diperdebatkan tersebut ke hari perhitungan di depan Allah. Kelompok ini dikenal sebagai kaum Murji’ah.[2]

Ditinjau dari sisi bahasa, kata murji’ah berasal dari kata kerja—raja’—artinya menunda, menangguhkan, atau mengakhirkan.[3] Murji’ah lahir pada abad ke-I Hijriyah. Kelahiran sekte ini lahir tidak terlepas dari realitas ideologi dan politik yang berkembang dan berkecamuk saat itu. Murji’ah sangat dipengaruhi oleh arogansi sekte Syi’ah yang mengkafirkan orang-orang kontra Ali dan sekte Khawarij yang—selain mengkafirkan Ali—juga mengkafirkan Mu’awiyah dan kawan-kawan.

Motif dari kelahiran Murji’ah sebetulnya patut diacungi jempol, sebab ia cenderung moderat di antara dua sekte ekstrem; Syi’ah dan Khawarij. Hal ini dikemukakan oleh Sirajuddin Abbas, bahwa pada ketika situasi yang gawat lahirlah sekumpulan umat Islam yang menjauhkan diri dari pertikaian, yang tidak mau ikut menyalahkan orang lain, tidak ikut-ikut menghukum kafir atau menghukum salah, tidak mau mencampuri persoalan, seolah-olah mereka “pangku tangan” saja.[4]

Sekumpulan sahabat Nabi, sepertu Abdullah bin Umar, Abi Barakah, Imran bin Husein, Muhammad bin Shalah, Sa’ad bin Abi Waqash, Utsman bin Zaid, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam, tidak ikut membai’ah (mengangkat) Saidina Ali dan pula tidak mau menyokong Saidina Mu’awiyah Rda. Mereka lebih suka menjauhkan diri dari politik yang kacau itu.[5]

Sementara paham teologi mereka misalnya ketika membahas keimanan. Bahwa iman bagi Murji’ah adalah ma’rifat kepada Allah Swt dan para Rasul-Nya dengan mengucap syahadah.[6] Selain ma’rifat, baik berupa ketaatan melaksanakan perintah Allah Swt atau menjauhi larangan-Nya, bukanlah termasuk iman. Jadi mereka lebih mementingkan iman dalam hati daripada amal. Menurut mereka dengan iman semacam ini seseorang akan terhindar dari azab api neraka. Mereka mempunyai prinsip: Sesungguhnya perbuatan maksiat tidak akan membahayakan iman seseorang sebagaimana ketaatan seseorang yang kafir tidak akan membawa manfaat.[7]

Pandangan senada dikatakan oleh Mohamad Hudaeri, bahwa menurut kaum Murji’ah bahwa iman adalah pengetahuan dan pengakuan kepada Allah, Rasul-Nya dan semua yang datang dari Allah. Pernyataan bahwa iman adalah pengetahuan dan pengakuan merupakan manifestasi dasar keyakinan Murji’ah yang merasa tidak puas dengan pandangan bahwa iman adalah sesuatu yang bersifat lahiriah. Murji’ah ingin menegaskan bahwa iman adalah sesuatu yang terletak dalam hati manusia, suatu peristiwa rohaniah yang terjadi sangat dalam di dalam jiwa. Karena itu dalam pandangan Murji’ah, perbuatan merupakan sesuatu yang sekunder dalam hal keimanan.[8]

Mengenai keimanan, keislaman, dan kekafiran seseorang sama sekali tidak ditentukan oleh perbuatannya. Asalkan hatinya mengucapkan keimanan kepada Allah maka ia tidak kafir, seburuk apapun perbuatan yang ia lakukan di dunia, oleh sekte Murji’ah tidak dianggap dosa besar, apalagi kafir. Kedudukan ia ditangguhkan sampai nanti di akhirat, sebab hanya Allah yang tahu secara pasti kebenaran seseorang.

Dalam menyikapi hal ini, Harun Nasution juga menegaskan, menurut Murji’ah bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir tetapi tetap Islam. Sedang dosa besarnya ditunda dan diserahkan pada putusan Allah kelak di akhirat. Jika ia diampuni, masuk surga dan jika tidak, maka ia masuk neraka, sekalipun pada berikutnya juga masuk surga.[9]

Seperti halnya Khawarij, Murji’ah pun tepecah ke berbagai sekte. Mengutip pendapat Jamali Sahrodi, sekte-sekte itu di antaranya Yunusiyah pimpinan Yunus as-Samiri, Ghasaniyah pimpinan Ghasan al-Kufi, Ubaidiyah pimpinan Ubaid al-Mikdad. Saubaniyah pimpinan Abu Sauban al-Murji’i, dan seterusnya.[10]

2.2.Asal usul kemunculan kelompok Murji’ah dapat dibagi dua sebab[11]

2.2.1. Permasalahan Politik

Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim(arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuata dosa besar yang lain.Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya.Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah(nasution,1986:22).Dari persoalan politik tersebut kemudian mau tak mau mereka juga harus membahas persoalan dosa besar yang mana dimunculkan oleh kaum khawarij.Sedangkan posisi murjiah adalah tengah tengah,murjiah tidak mau ikut campur dalam permasalahn itu,tidak mengikuti kubu ali maupun kubu muawiyyah.Murjiah dapat dikatakan tidak berpihak dari kedua kubu tersebut tetapi secara mandiri berdiri sendiri.Artinya murjiah bertindak netral tidak mau turut dalam kafir mengkafirkan yang terjadi antar kelompok ali dan muawiyyah,sehingga kelompok murjiah ini tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah dan benar dan mereka memandang lebih baik menunda(arja’a).



2.2.2. Persoalan Teologis

Awal pembahasan teologi yang muncul dari kalangan khawarij mengenai dosa besar dimana kaum khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang berbuat dosa besar,Namun kaum murjiah tidak menghukumi orang yang berdosa besar sebagai kafir,kaum murjiah menjatuhi hukum bagi pendosa besar tetap sebagai mukmin bukan kafir.Alasan kaum murjiah dalam menyatakan hal tersebut yaitu bahwa orang islam yang berdosa besar itu tetap mengakui,bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa nabi muhammad adalah utusan Allah.Dengan konsekwensinya orang yang masih mengucapkan syahadat menjadi dasar utama dari iman.Oleh karena itu bagi pelaku pendosa besar tetap diakui mukmin dalam aliran murjiah bukan kafir.(Nasution,1986:25) dalam murjiah yang ditekankan sebenarnya adalah iman.

sedangkan perbuatan yang dikerjakan oleh seseorang merupakan persoalan kedua,yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang adalah kepercayaan atau imannya dan bukan perbuatan atau amalnya.Perbuatan yang dimaksudkan mendapat kedudukan kudian dari iman. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain;selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati.

Pandangan mereka nampaknya terlihat dari kata murjiah itu sendiri yang berasal dari kata “Arja’a”yang berarti orang yang menangguhkan ,mengakhirkan dan memberi pengharapan. Menanguhkan di sini berarti mereka menunda soal siksaan seseorang di tangan Tuhan,yakni jika Tuhan memafkan hambanya maka seseorang akan masuk surga,sedangkan jika tidak maka ia akan di siksa sesuai dengan dosanya dan setelah itu akan di masukkan kedalam surga NYA.Sedangkan “Mengakhirkan” berarti mereka memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal nomor dua bukan yang pertama. (Nasution,1986:23).selanjutnya kata menangguhkan di artikan kaum murjiah sebagai menanguhkan keputusan hukum bagi orang orang yang melakukann dosa di hadapan Tuhan.Kata Arja yang juga berarti Pengharapan bahwa orang islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetpai tetap mukmin dan tidak kekal di neraka,memang memberi pengharapan bagi orang berbuat dosa besar untuk mengharap rahmat Allah ,bukan karena mereka menunda penentuan hukum terhadap orang islam yang berdosa besar kepada Allah di hari kelak dan bukan juga mereka memandang perbuatan mengambil tempat kudian dari iman,tetapi kerena mreka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.Dari situlah asal usul kata murjiah.

Dari paparan kami di atas mengenai asal usul kaum murjiah sendiri yang dapat kami petakan menjadi dua sebab munculnya kelompok tersebut yaitu persoalan politis dan teologis.Dalam perkembangan dan perpecahan kelompok murjiah ,agak sulit kita temui dua hal tersebut karena literatur yang sangat minim sekali.Tetapi paling tidak ada perpecahan dalam kelompok murjiah tersebut.Setidaknya ada dua golongan besar dari kelompok murjiah sendiri yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim yang akan kami jelaskan. Adanya perpecahan tersebut ada faktor faktor yang memicu adanya perpecahan tersebut baik persoalan teologis maupun politis.

Jika kita lihat pada kelompok khawarij yang menekankan pemikirannya pada masalah masalah siapa dari orang islam yang kafir yaitu orang islam yang telah keluar dari islam.Namun kelompok murjiah menekankan pemikiran pada hal sebaliknya yaitu siapakah yang mukmin dan tidak keluar dari islam.Hal itu tidak membatasi kelompok murjiah untuk membahas persoalan iman saja ,mereka juga membahas persoalan paham jabariah atau fatalisme dan persoalan qadariyah atau free will.Dari situlah muncul pecahan dari kelompok murjiah



2.3. Pemikiran atau Ajaran Murji’ah

Ditinjau dalam segi pemikiran dan ajarannya , Murjiah terbagi kepada dua golongan yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.

2.3.1. Murji’ah Modern

Murji’ah modern berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetab mukmim, tidak kafir dan tidak pula kekal didalam neraka. Mereka disiksa sesuai dosanya. Jika Allah mengampuni maka dia tidak akan dimasukkan ke neraka, tapi akan dimasukkan kesurga. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasulnya serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan berkurang . penggagasan pendapat ini adalah al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis. Menurut golongan ini sebagaimana di kemukakan Abu Hanifah, iman diartikan sebagai pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan dan rasul-rasulnya, yang semua datang dari Tuhan secara rinci, iman tidak bertambah dan berkurang , dan tidak ada lagi perbedaan antar manusia dalam iman.[12]

2.3.2. Murji’ah Ekstrim[13]

Adapun golongan-golongan Murjiah ekstrim terdiri atas beberapa kelompok yaitu:

2.3.2.1.Al-Jahmiyah

Mereka adalah pengikut Jalim bin Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang yang percaya kepada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia. Bahkan walaupun orang itu menyembah berhala ataumelaksnakan ajaran agama Yahud atau iKristen dan kemudian mati. Orang demikian bagi Allah tetap seorang mukmim yang sempurna imannya.

2.3.2.2.As Shalihiyah

Mereka adalah pengikut Abu Hasar Shalih ibn Umar Ash-Shalihi. Ash-Shalihi berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedang kufur adalah tidak mengetahui Tuhan ,makrifah kepada Allah itu adalahmahabbah dan tunduk kepada Allah, iman tumbuh dari pemberitaan rasul dan menurut ukuran akal mungkinwajib beriman kepada Allah dan mungkin tidak beriman kepada Rasul namun Rasulullah bersabda: "Barangsiapayarg tidak beriman kepadaku maka ia tidak beriman kepada Allah" menurut Ash Shalihi shalat bukanmerupakan ibadah, kecuali dari orang yang beriman kepadaNya, karena ia sudah mengenal kepadaNya."



2.3.2.3.Al-Yunusiah

Mereka adalah pengikut Yunus ibn 'Aun al Numairi. Golongan ini mengemukakan pendapat bahwa imanini ialah pengenalan terhadap Allah, patuh atas perintahNya, tidak bersikap sombong kepadaNya danmencintaiNya Barangsiapa yang dapat menanamkan rasa kepatuhan hanya kepada Allah semata danmencintaiNya sepenuh hati, sekalipun, ia berbuat maksiat, tidaklah hal itu mengurangi nilai iman dankeikhlasannya kepada Allah, karena orang beriman masuk surga bukan karena ketaatanıya, melainkan karena keikhlasan dan kecintannya pada Allah.

2.3.2.4.Al-Ghasaniya

Yaitu pengikut Ghassan al-kufi. Mereka berpendapat bahwa iman inlah mengenal Allah dan rasulNya dan membenarkan segala apa yang datang dari keduanya, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkanAllah secara global, tidak secara rinci. Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang-kurang.

2.3.2.5.Al-Tsaubaniyah

Yaitu pengikut Abu Tsauban al-Murji' yang berpendapat baliwa iman adalah pengenalan dan pengakuanlisan kepada Alah, rasul dan kepada semua perbuatan yang menurut akal tidak bolch dikerjakan dan perbuatanyang menurut akal boleh dikerjakan tidak termasuk iman. Innan lebih dahulu daripada amal.

2.3.2.6.Al-Tuminiyah

Mereka adalah pengikut Abu Mu'az al Tuminy. Mereka berpendapat bahwa iman intinya adalah ma'rifah,membenarkan, mahabbah, ikhlas dan iqrar atas segala yang dibawa oleh rasulullah. Selanjutnya merekaberpendapat bahwa iman adninh terpelihan dari kekufuran. Iman nama dari perbuatan yang apabila ditinggalkanakan menjadi kafir. Setiap perbuatan jahat, baik yang termasuk dosa besar maupun desa kecil dapat dikatakanfasik atau maksiat Iman adalah tashdiq dengan hati dan lisan, dan kekafiran ialah keras kepala dan engkar."

2.3.2.7.Al-Najariyah

Yaitu pengikut Husein ibn Muhammad al-Najjar. Mereka berpendapat bahwa iman itu adalah mengenalAlinh, rasul-Nya dan segenap kewajiban dari-Nya, serta patuh atas semuan yang diwajibikanNan dan menyatakanikrar secara lisan. Karena itu, bila seseorang tidak mengenal semua itu, ataupun hanya mengenal tapi tidakmenyatakan ikrar maka dia pun disebut sebagai orang kafir, sebab keimanan itu bukanlah terdiri dari bagianperbagian. Mereka beranggapan bahwa keimanan itu merupakan ketaatan, sehingga kalau seseorang hanyaberbuat salah satu dari hal ini dengan meninggalkan sebagian lainnya, niscaya diapun tidak disebut sebagai orangtaat. Bahkan kalau seseorang hanya mengenal Allah tanpa menyatakan ikrar, niscaya tidaklali ada ketaatanbaginya, karena Allah memerintahkan keimanan yang total. Barangsiapa yang tidak berbuat sesuatu yangdiperintahkan, niscaya tidaklah ia disebut berada dalam ketaatan

2.3.2.8.Al-Karamiyah

Yaitu pengikut Muhammad ibn Karam. Mereka berpendapat bahwa iman itu adalah menyatakan ikrar danpembenaran secara lisan, sehingga mereka pun mengingkari kalau pengenalan dengan hati atauapapunpembenaran yang bukan dengan lisan itu disebut sebagai iman. Bahkan orang-orang munadik di zamanRasulullah menurut anggapan mereka pada dasarnya adalah orang-orang mukmin. Karena itu, seseorang disebutkafir kalau dia membangkang dan mengingkari Allah secara lisan.



Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menurit kaum Murji ah yang penting adalah iman di dalamhati, sedang ucapan dan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Menurut Harun Nasution, aliran Murjiah ini baik yang moderat maupun ekstrim sudah tidak berkembang lagi sebagai sebuah aliran, akan tetapi pemikiran-pemikirannya terutama pemikiran kaum Murjiah ekstrim kemungkinan masih ada pada sebagian umat IslamSementara itu sebagian paham moderat tampaknya telah masuk ke dalam golongan Ahlussunnah Waljannahseperti tentang batasan iman, batasan kafir dan status pelaku dosa besar.

2.4. Tokoh – Tokoh Aliran Murjiah

Tokoh-tokoh Murj'ah diantaranya adalah :

· Al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib

· Sa'idIbnJubair

· Thalqlbn Habib

· Amr Ibn Zahr

· Hamad Ibn Sulaiman

· Abu Hanifah

· AbuYusuf

· Muhammad Ibn Al-Hasan

· Qadid Ibn ja'far

III. Kesimpulan

Kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Aliran Murjih muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upacaya kafir mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh kaum Khawarij. Menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang. Jika seseorang masih beriman, berarti dia masih tetap mukmin, bukan kafir. Karena hanya Tuhan yang mengetahui keadaan iman seseorang. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak.

IV. Daftar Pustaka

Abbas Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’a, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995)

Hudaeri Mohamad, Relasi Kuasa Teologi Murji’ah dan Bani Umayah, (Serang: Jurnal al-Qalam Hasanuddin, 2005)

Nasutio Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press 1986)

Nasution Syahrin Harahap & Hasan Bakti, Ensiklopedia Akidah Islam, (Jakarta: Kencana prenada Media Grup,2009)

Rozak Abdul, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012)

Sahrodi Ahmad Amin dalam Jamali, Pengantar Falsafah Kalam. (Cirebon: CV. Pangger Cetakan ke-2, 2009)

Siradj Said Aqiel, Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. (Jakarta: Yayasan Khas 2009)

Sumber lain:

https://teologimurjiah.blogspot.com/






[1] Said Aqiel Siradj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. (Jakarta: Yayasan Khas 2009), 81.


[2] Harun Nasutio, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press 1986), 22.


[3] Ahmad Amin dalam Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam. (Cirebon: CV. Pangger Cetakan ke-2, 2009), 32.


[4] Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’a, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995), 166.


[5] Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’a, 167.


[6] Ahmad Amin dalam Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam, 33.


[7] Ahmad Amin dalam Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam, 33.


[8] Mohamad Hudaeri, Relasi Kuasa Teologi Murji’ah dan Bani Umayah, (Serang: Jurnal al-Qalam Hasanuddin, 2005), 362.


[9] Harun Harun Nasutio, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan ,34.


[10] Ahmad Amin dalam Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam. 35-36.


[11] https://teologimurjiah.blogspot.com/, diakses pada 13 September 2020 pukul 15.00.


[12] Syahrin Harahap & Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedia Akidah Islam, (Jakarta: Kencana prenada Media Grup,2009), 424


[13] Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 75.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: