wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Penciptaan Langit dan Bumi dan Segala isinya Menurut Israel dan Bangsa-bangsa Sekitarnya


 

I.            Pendahuluan

Penciptaan adalah buah perkenan Tuhan Allah. Karya Allah selalu dinyatakan menurut sebuah pola, rencana, dan tujuan tertentu. Segala sesuatu ditetapkan, diciptakan, dipelihara, diselamatkan, dan akan diakhiri sesuai dengan yang telah dinyatakan. Seperti halnya dalam materi kali ini kita juga akan memahami tentang Penciptaan Langit dan Bumi dan Segala isinya menurut Israel dimana dalam penciptaan ini memiki makna dan pandangan yang berbeda-beda . Oleh karena itu, untuk lebih lanjut patutlah kita mempelajari dan memahami materi ini. Semoga sajian kali ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai Penciptaan Langit dan Bumi .

 

II.         Pembahasan

2.1. Penciptaan dalam

Menurut Karl Barth, penciptaan adalah karya Tuhan Allah untuk mempersiapkan adanya ruang dan kemungkinan bagi keselamatan yang akan dikerjakan oleh Tuhan Allah di dalam Kristus.[1] Adapun istilah lain penciptaan di dalam Alkitab mengandung dua arti: penciptaan langsung dan penciptaan tidak langsung. Penciptaan langsung adalah tindakan bebas Allah Tritunggal untuk menciptakan segala sesuatu yang tampak dan tidak nampak dari ketiadaan (ex nihilo). Penciptaan tidak langsung adalah tindakan Allah untuk menciptakan (membentuk, menyesuaikan, menggabungkan atau mengubah) segala sesuatu dari bahan yang sudah ada.[2]

Dalam makna teologis, penciptaan dalam Alkitab mempunyai arti lebih daripada Allah menciptakan sesuatu. Ada tiga makna teologis dari penciptaan, yakni :

 

a.      Demontrasi Kuasa Tuhan

Penciptaan langit dan bumi adalah tindakan dari Yang Mahakuasa lewat firman-Nya. Dalam kisah penciptaan (Kej. 1:1-2:3) formula penciptaan (“berfirmanlah Allah ... lalu ... jadi”) sangat sering dan tidak ada jarak antara yang firman Allah dan perwujudannya. Allah cukup berfirman, lalu jadilah yang dikatan. Dalam menegaskan kuasa Tuhan atas dunia ciptaan dan mengontrol dunia ciptaan dan karena itu sering digambarkan sebagai raja (bnd. Mzm. 93: 95-99).

b.      Kemenangan atas Khaos

Penciptaan langit dan bumi adalah bukti kemenangan Tuhan melawan kuasa-kuasa kekacauan dan kekuatan-kekuatan yang potensial membuat kekacauan. Ada gurun yang gersang dan mematikan kehidupan. Ada kegelapan malam yang membahayakan sehingga terang harus dipisahkan dari gelap. Adapun  laut dengan gelombang dahsyat yang menyebabkan kekacauan (Mzm. 89: 9-10). Dari kekacauan itulah Allah membuat dunia yang teratur. “Dialah Allah yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia membentuknya untuk didiami” (Yes. 45:18).

Penciptaan dirayakan dalam Ibadah Israel sebagai refleksi iman Israel bahwa kelangsungan hidup dunia ciptaan dipertahankan berkat pemeliharaan dan pengawasan Allah berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain yang selalu siap menghancurkan. Bagi Israel keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta yang menopang seliruh dunia ciptaan bukan pilihan filosofis atau asumsi yang diterima begitu saja, melainkan sebuah keyakinan eksistensial yang  mendasari kehidupan. Tanpa tindakan penciptaan tidak ada kehidupan seperti sekarang ini.

c.       Dunia yang baik

Tuhan menciptakan dunia yang baik (שןב tov) dan diberkati. Dunia dan segala isinya yang baik itu diberkati (Kej. 1:22 binatang-binatang di laut; 1:28 manusia; 2:3 hari ketujuh) dengan dunia ciptaan yang pada dasarnya ini, tidak ada alasan untuk menyepelekannya sekalipun dosa sudah menodainya. Dunia ini menjadi panggung pentas kebaikan dan kejahatan dari faktor-faktor manusia. Manusia bertanggung jawab untuk dunia apakah itu menjadi lebih baik atau lebih buruk.[3]

 

 

 

 

2.2. Allah Menciptakan Langit dan Bumi

Umat Israel memuji Tuhan yang menciptakan langit dan bumi atas prakarsa-Nya sendiri dengan maksud menjalin hubungan timbal balik dengan para makhluk-Nya.

1.      Segala bangsa kuno mengenal Allah tertinggi sebagai Khalik alam semesta. Dengan memuji Tuhan sebagai Pencipta, maka pada satu segi dewa-dewi alam ditolak dan pada segi lain peran universal Tuhan diakui.

2.      Tuhan menciptakan langit dan bumi dengan sempurna.

3.      Tuhan mengatasi kuasa-kuasa kegelapan dan kekacauan.

4.      Tuhan menciptakan dengan perantaraan Firman, Roh, dan Hikmat.

Dalam kebudayaan kuno-sebagaimana juga dalam banyak budaya suku di Indonesia – Allah tertinggi yang menciptakan alam semesta dan yang meletakkan dasar alam dan kehidupan masyarakat diagungkan.[4]

Bahwa Perjanjian Lama menggambarkan Allah sebagai yang mahatinggi di seluruh muka bumi sama sekali tidak mengurangi pentingnya ciptaan dalam pandangan bangsa Ibrani. Sesungguhnya, justru karena Allah yang membuat dan menegakkannya maka dunia menjadi penting dan berarti. Dalam Perjanjian Lama tidak terdapat spekulasi tentang asal mula Allah sebagaimana banyak terdapat dalam mitos-mitos Timur dekat. Allah dianggap hadir pada permulaanya dan pada akhirnya (Yesaya 41:4; lihat juga Ayub 38:4). Namun sebelum diambil kesimpulan bahwa pengalaman penebusan mendahului semua perenungan akan penciptaan beberapa hal menjadi pertimbangan. Pertama, bagian-bagian paling awal dari kelima kitab pertama (pentateuch) (Keluaran 15:16b dan kemudian dalam Ulangan 32:6) menyebutkan penciptaan Israel oleh Allah.[5]   

 

2.2.1.      Segala Bangsa Kuno Mengenal Allah Tertinggi sebagai Khalik Alam Semesta

Umat Israel mengklaim bahwa Khalik itu tidak lain adalah Tuhan yang membebaskannya dari Mesir dan mengikat perjanjian dengan mereka. Pengakuan tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, Tuhan dan bukan dewa-dewi agama bangsa lain menciptakan segala sesuatu, mengaruniakan hidup dan berkat. Itu sebabnya umat Israel hendak beribadah kepada-Nya saja dan hidup sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan-Nya. Kedua, Tuhan bukan umat Israel dan gereja saja, melainkan juga Tuhan alam semesta dan umat manusia seluruhnya. Ia menjadikan dunia memberikan hidup kepada sekalian makhluk dan memberkati mereka agar mereka berdamai sejahtera; umat Allah dipanggil “menjadi berkat bagi segala kaum di muka bumi” serta makhluk lainnya juga (bnd. Kejadian 12:3).

Inilah alasannya mengapa umat Kristen harus bekerja sama dengan uamt beragama lain - terlebih lagi dengan umat Islam yang memiliki kemiripan atau kesejajaran pandangan dengan Alkitab demi damai sejahtera umat manusia dan pemeliharaan alam ciptaan Tuhan. Kedua sudut pandang tersebut saling melengkapi. Karena Allah  memberkati seluruh ciptaan-Nya, upaya untuk mewujudnyatakan berkat itu dalam masyarakat dan di dalam tanggung jawab atas lingkungan diupayakan oleh orang-orang percaya bersama dengan semua orang yang rela bekerja sama.[6]

 

2.2.2.      Tuhan Menciptakan Langit dan Bumi dengan Sempurna

Tuhan dipuji karena Ia menciptakan langit dan bumi secara baik sekali. Kata kerja ”menciptakan” atau ”menjadikan” pada umumnya dipakai untuk Allah dan manusia. Hanya satu kata kerja yang menggunakan Allah sebagai subjek, yaitu bara yang berarti ’membuat sesuatu yang baru, yang belum pernah ada’. Sesuai dengan budaya zamannya, Perjanjian Lama melihat langit sebagai ”bagian atas”. Jauh diatas langit yang kelihatan itu Allah membuat langit yang tidak kelihatan yang biasanya disebut surga. Disitu Ia mendirikan takhta-Nya; di situ Ia memerintah atas seluruh ciptaan-Nya; dan dari situlah Ia turun untuk menyatakan diri (Mzm. 113:4b-6; Yes. 57:15). Bumi pun dijadikan. Dalam bahasa Ibrani hanya terdapat satu kata, yaitu erets, untuk tiga kata berikut ini:

1.      Bumi dibedakan dengan langit dan laut

2.      Tanah, tempat di mana makhluk hidup dan berusaha; dan

3.      Negeri

Tanah tidak pernah dihormati sebagai ibu pertiwi; tanah dipandang sebagai ruang hidup, rumah manusia dang binatang. Langit dan bumi serta seluruh isinya (Ul. 33:16; Mzm. 96:11; Yes. 34:1; 42:10; dst.) dapat juga disebut “segala sesuatu” (Mzm. 103:19; 119:91 dsb; Yes. 44:24; 45:7; Yer. 10:16). Sebagai Pencipta, Tuhan memiliki semua itu (Ul. 10:14; Mzm. 89:12; 95:3-5) dan memerintah sebagai Raja (Kel. 15:18; Mzm. 24:7-10 dst). Tuhan menjadikan semua itu menurut rencana dan maksud yang jelas (Mzm. 33:10). Kejadian 1:3 – 2:3 memperlihatkan bagaimana Allah menciptakan secara bertahap dengan maksud bersekutu dengan manusia pada hari sabat.[7]

 

2.2.3.      Tuhan Mengatasi Kuasa-kuasa Kegelapan dan Kekacauan

Tuhan juga dipuji karena Ia menghadapi kekacauan dan kuasa-kuasa perusak dan menang atas mereka. Seperti juga bahwa “Bumi [yang] belum berbentuk dan kosong; gelap gulita [yang] menutupi samudera raya disitu Tuhan ikut menderita dengan makhluk-makhluknya ciptaan-Nya. Namun, di balik kekacauan dan kerusakan itu, Ia memungkinkan kehidupan muncul kembali. Karena itu, Ia mengajak manusia untuk menolong dan membangun bersama syarat kehidupan yang adil. Tuhan berkuasa atas kekacauan dan lawan, tetapi terkadang kuasa-kuasa gelap itu mengamuk lagi. Boleh jadi bahwa Tuahan mengizinkannya. Sebagai contoh, kisah Air Bah, “Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan” (Kej. 6:5).

 

2.2.4.      Tuhan Menciptakan dengan Perantaraan Firman, Roh, dan Hikmat

Menurut kesaksian utama Perjanjian Lama, Allah menciptakan dengan perantaraan Firman yang berwibawa penuh dan senantiasa menghasilkan tindakan: “Berfirmanlah ... maka jadi” (Kej. 1:3); “Jadilah demikian” (Kej. 1:7, 9, 11, 15, 24). Semuanya baik, bahkan baik sekali (Kej. 1:31). Ciptaan melalui Firman menjamin bahwa semuanya dijadikan sebagaimana dimaksudkan Allah. Melalui Firman yang sama Tuhan juga memperkenalkan rencana menentukan peranan dan tugas segala makhluk yang diciptakan-Nya.[8]

Memang benar bahwa Ia berfirman lalu jadilah dunia (Mzm. 33:6). Tetapi Kejadian 1: 2-3 juga berbicara tentang Roh Allah yang melayang-layang (seperti induk elang diatas anak-anaknya). Mencipta dengan firman menekankan sifat Allah yang transenden. Pekerjaan penciptaan dunia bukan suatu perjuangan yang berat bagi Allah. Firman Allah yang transeden datang kepada mereka dalam bentuk berkat dan janji yang sangat dekat dan intim seperti napas mereka sendiri (Ulangan 30:14).[9]

 

2.3. Penciptaan Langit dan Bumi menurut Israel dan Bangsa-bangsa Sekitarnya

2.3.1.      Mesir

Hubungan yang sama antara penciptaan dan kultus yang mendominasi narasi tertulis tentang penciptaan di dunia kuno dapat dilihat di dalam literatur Mesir, kumpulan besar lainnya dari Timur Tengah kuno. Banyak orang Mesir menganggap dewa yang menciprtakan dunia sebagai Atum. Di dalam sebuah teks, sebuah ritual kuno untuk memuja sebuah piramida raja, perlindungan terhadap piramida itu disamakan dengan penciptaan dunia sebagai sebuah bukit yang muncul dari permukaan air. Namun demikian, teks-teks penciptaan utama berasal dari kultus Mesir kuno utama, yaitu Memfis dan Tebes.

Dari Memfis muncul konsep penciptaan oleh Dewa Ptah melalui tindakan berpikir (konsep yang cocok bagi golongan kaya). Ptah menyusun konsep tentang dunia dalam pikirannya, kemudian membuat konsep ini menjadi kenyataan lewat ucapannya, mirip sekali dengan Allah di dalam Kejadian 1, lebih dari dua ribu tahun kemudian. Kemudian dalam zaman Kerajaan Baru, sebuah ibukota baru dengan kuil-kuil yang tersebar di berbagai tempat dibangun di Tebes. Raja-raja Tebes pada waktu itu beranggapan bahwa perintah utama tidak lagi berasal dari Memfis atau pada zaman teks ini, dan Amarna, tetapi dari Tebes dengan kuilnya yang megah di Karnak dan tempat-tempat suci yang berkaitan dengannya. Dewa Tebes yang agung adalah Amon-Re.[10]

 

2.3.2.      Mesopotamia

Penggunaan teks-teks tentang penciptaa, mencerminkan dunia kuil. Sebuah contoh adalah narasi pendek yang membentuk pendahuluan sebuah mantra yang dibacakan sebagai bagian dari penyucian kuil dewa Babel, Nabu. Nabu adalah dewa kota Borsipa, dekat kota Babel. Ketika kultus Nabu menjadi makin berpengaruh dalam zaman Babel Baru, Nabu dikatakan sebagai salah seorang anak laki-laki Marduk, dewa Babel sendiri. Disini, seperti di tiap kisah lain yang dikenal, penciptaan dunia sebenarnya adalah penciptaan sebuah kultus, tata cara keimaman yang dikenal keimaman negara. Kondisi dunia sebelum dewa menciptakan sesuatu yang menjadi perhatian digambarkan. Yang disebutkan, yaitu buluh, pohon, bata dan cetakan bata adalah penting bagi pembangunan kuil dari batu tanah. Allah menciptakan manusia untuk melakukan pekerjaan dan pelayanan di dunia khususnya kultusnya. Binatang-binatang yang diciptakan adalah sajian utama kultus. Semuanya ini adalah pembuka atau pengiring upacara penyucian atau pengukuhan ulang kultus yang bersangkutan, dalam hal ini di Borsipa.[11]

 

2.3.3.      Ugarit

Kisah penciptaan dan kaitannya dengan kultus dapat dikutip dari Timur Tengah kuno dari kota Ugarit, di pantai Laut Tengah yang sekarang dikenal sebagai Siria, sekitar dua ratus mil di sebelah utara Yerusalem. Dimana mite Ugarit menceritakan tentang Baal bahwa bagaimana kuil kultus Baal didirikan, kuil dan kultus mengikuti model istana raja Ugarit dan perlengkapannya, yang serupa dengan istana-istana dan kuil-kuil di daerah pantai Laut Tengah Timur pada zaman dahulu. Dimana prinsip pemerintahan istana dan dinasti yang diwakili Baal tidak akan dapat dibangun. Namun, karena seorang perajin yang membuat dua pemukul ajaib; yang disebut Pengusir dan Penghalau. Dengan pemukul ini ia dapat membunuh Laut damn memiliki rumahnya sendiri. Dengan bantuan dewa-dewi lain yang melobi untuknya, sehingga ia dapat membangun rumahnya sendiri. Dalam hal tersebut Baal menanamkan keharusan mempersembahkan sajian kepada para dewa yang kemudian akan dilaksanakan dalam kultus kota kuno.

Oleh karena itu, tidak mengherangkan bahwa teks-teks tentang penciptaan harus begitu banyak menyangkut kultus-kultus kota kuno. Penciptaan  pada dasarnya berarti bahwa dunia seperti yang kita kenal dibuat oleh seorang dewa. Karena kultus menampilkan diri sebagai lokasi dan waktu untuk bertemu atau melayani dewa, dan dengan demikian sebagai pusat dunia yang diciptakan dewa yang bersangkutan, maka kisah pembuatan dunia yang disebut “penciptaan” tentu memperoleh tempatnya di dalam kultus.[12]

 

 

2.4.  Penciptaan menurut Alkitab

2.4.1.      Kitab Kejadian

Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara sistematis. Kisah tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 bersumber dari sumber Codex yang telah benar pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel. Kisah tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 2 diduga diambil dari sumber Yahwist yang bersumber dari zaman raja-raja. Perbedaan di selang kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda. Oleh sebab itu, kedua kesaksian itu perlu difahami dalam “keberlainannya” Allah adalah hal yang melampaui segala sesuatu dan segala sesuatu dibuat sebagai oleh Dia dan tanpa Dia, tidak benar sesuatu yang telah sah dari segala sesuatu yang telah dijadikan. Allah berada di luar dan di atas ciptaan-Nya. Allah tetap bekerja mencapai sekarang. Allah menciptakan dunia selama enam hari secara teratur dan mengambil hari ketujuh untuk selesai. Dalam waktu enam hari Allah mengatur segala sesuatu yang dicipta-Nya. Pada tiga hari pertama, Allah menciptakan suatu rancangan landasan kosmos: pertama langit, cairan, dan kesudahan lahan kering. Pada hari keempat, kelima, dan keenam, Allah menciptakan masyarakat wilayah ini: pertama matahari dan bulan, kesudahan ikan dan burung, dan hasilnya binatang dan manusia. Setelah Allah beres menciptakan semua itu, Allah menilai bahwa semua itu adun. Allah menciptakan semua itu melalui Firman-Nya. Allah menyatakan kuasa-Nya dengan memisahkan cahaya dari kegelapan, serta langit dari bumi. Allah menciptakan segala sesuatu di dunia selalu menggunakan pola dengan tujuh langkah yang telah diistilahkan di atas. Kejadian 1: 9 diman Umat manusia dibuat menurut gambar dan rupa Allah dan diberi kuasa atas seluruh ciptaan. Tidak benar permasalahan yang terjadi di selang makhluk. Semua manusia memiliki tempat dalam dunia, di mana dunia telah dirancang untuk manusia dan ciptan lain. Kemudian, bumi itu menjadi tempat manusia hidup. 

2.4.2.      Mazmur

Kisah penciptaan dalam kitab Mazmur mengungkapkan tentang perjuangan Allah melawan ular naga dan samudera raya yang menjadi lambang dari kekacauan, kegelapan, dan kematian pada zaman purba. Mazmur 74: 13-15 tertulis bahwa “Engkau yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka cairan. Mazmur–mazmur mengekspresikan bidang yang essensial dari keyakinan yang ditimbulkan oleh karya penciptaan Allah. Pernyataan mengenai penciptaan langit dan bumi terdapat dalam “ajaran” dan penghayatan iman. Dalam mazmur karya penciptaan Allah diberitakan supaya umat dapat memuji dan merayakan kekuasaan-Nya. Hal itu biasanya terjadi dalam ibadah, sebab mazmur-mazmur biasa dibacakan, dan didoakan dalam ibadah. Misalnya, Mazmur 33 menperlihatkan Allah yang meciptakan langit dan bumi melalui perkataan dan perbuatan-Nya (ayat 6), dipuji sebagai Allah yang setia (ay.5), dan Allah dari sorga memperlihatkan “semua anak manusia” (ay.11) dan “mereka yang takut akan Dia” (ay.18). Kitab Mazmur juga mengungkapkan perbuatan-perbuatan Allah yang akbar dalam sejarah Israel. Kisah penciptaan dan sejarah keselamatan disampaikan secara berdampingan sebagai karya yang mengagumkan dari Yahwe, Allah Israel. Alkitab mengungkapkan bahwa di atas bumi benar cairan yang menjadi tempat kediaman Allah. Cairan itu mendukung Sorga (Mazmur 78:23). Bayangan Israel mengenai bumi adalah bumi terapung-apung di atas cairan samudera yang raksasa. Bumi diibaratkan sebagai kapal selam yang akbar. Langit diibaratkan sebagai tutup kubah yang memisahkan bumi dari cairan. Sekalipun bumi berada di dalam samudra akbar, tetapi bumi kokoh, sebab Allah telah memberikan landasan alasnya.

2.4.3.      Ayub

Hal yang menjadi penekanan dalam kitab ini ialah Ayub dalam keluhannya yang panjang dan terperinci menanti pertanggungjawaban kepada Allah terhadap “malapetaka” yang menimpanya. Allah menjawab keluhan Ayub bukan dalam bentuk pertangungjawaban, melainkan dalam bentuk pernyataan hikmat melalui pertanyaan yang tidak perlu dijawab oleh Ayub sendiri. Allah tidak perlu memberikan pertangungjawaban kepada siapa pun juga terhadap pimpinan dan pemerintahan-Nya. Dalam Ayub 38:4 tertulis “di manakah engkau, ketika Diri sendiri meletak landasan bumi? Ceritakanlah, sekiranya engkau mempunyai pengetahuan! Ayub berdiskusi “Siapakah yang telah menetapkan ukurannya?” ...”.Maksud Ayub menyebutkan mujizat penciptaan Allah ialah supaya mujizat penciptaan-Nya dapat berfungsi sebagai saksi-saksi-Nya, sedangkan mujizat penciptaan-Nya sebagai saksi. Dalam "Ayub 28" merupakan surat “syair pengajaran“ yang berdiri sendiri dan yang baru kesudahan, sebab sebab-sebab yang tidak dikenal. Secara formal “puji-pujian akan hikmat” muncul setelah berlanjut suatu diskusi yang hebat selang Ayub dan kenalannya (Elifas, Bildad, dan Zofar). Mereka mempersalahkan Ayub dan bercakap bahwa “malapetaka” yang menimpa Ayub merupakan hukuman dari Allah atas dosa-dosanya. Dalam diskusi itu memperlihatkan ilmu manusia sangat terbatas. Di sini Ayub benar-benar dicobai untuk meninggalkan Allah yang menciptakan hikmat dan cara melakukan sesuatu budi. Ayat terakhir dalam Ayub 28 menjelaskan definisi hikmat. Hikmat berarti takut dan hormat akan Allah . Ilmu yang berlaku ialah menjauhi kejahatan dan segala ketidakbenaran. Ilmu yang dimaksud di sini ialah cara melakukan sesuatu budi.[13]

III.      Kesimpulan

Penciptaan adalah buah perkenan Tuhan Allah. Dimana dalam Penciptaan Langit dan Bumi dan Segala isinya menurut Israel berserta Bangsa-bangsa sekitanya memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda yaitu tentang terjadinya dunia ataupun Alam Semesta. Namun, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui bahwa Kisah penciptaan di dalam Perjanjian Lama tidak sama dengan kisah-kisah kuno tentang penciptaan seperti contohnya ajaran atau doktrin penciptaan dalam Perjanjian Lama memiliki keunikannya yaitu bahwa Allah menciptakan langit dan bumi melalui kuasa Firman dan juga Allah menciptakan langit dan bumi  sebagai tanda kemenangan-Nya atas kuasa-kuasa kekacauan. Dapat kita simpulkan juga maksud dan tujuan Allah menciptakan langit dan bumi sebagai ungkapan kemuliaan, kemegahan, dan kuasa-Nya. Allah menciptakan bumi supaya menyediakan sebuat tempat di mana maksud dan tujuan-Nya bagi umat manusia dapat digenapi.  Tuhan Allah menjadikan dunia bukan agar dunia ini kosong karena dikuasai daya-daya yang merusak, akan tetapi dunia dijadikan supaya didiami

 

IV.      Daftar Pustaka

Barth, Christoph & Claire-Marie, Frommel-Barth, Teologi Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Coote, Robert B & Ord, David Robert, Pada Mulanya Penciptaan dan Sejarah Keimaman, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Dyrness, William, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 1992.

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Indra, Ichwei G., Teologis Sistematis, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2010.

Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Sumber Lain

http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Teologi-Penciptaan_220615_p2k-unkris.html



[1] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 149

[2] Ichwei G. Indra, Teologis Sistematis, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2010), 83.

[3] Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 29-30.

[4] Christoph Barth & Marie-Claire, Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 19.

[5] William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1992), 47.

[6] Christoph Barth & Marie-Claire, Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 19-20.

[7] Christoph Barth & Marie-Claire, Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),  21-23.

[8] Christoph Barth & Marie-Claire, Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 28-29.

[9] William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1992), 48-49.

[10] Robert B. Coote & David Robert Ord, Pada Mulanya Penciptaan dan Sejarah Keimaman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 16-18.

[11] Robert B. Coote & David Robert Ord, Pada Mulanya Penciptaan dan Sejarah Keimaman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 7-9.

[12] Robert B. Coote & David Robert Ord, Pada Mulanya Penciptaan dan Sejarah Keimaman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 19-20.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: