TEOLOGI PERJANJIAN LAMA TENTANG DOSA, KEJAHATAN, DAN PELANGGARAN DAN KAITANNYA DENGAN HUKUMAN DAN KUTUK
I.
Pendahuluan
Kita mengetahui bahwa Tuhan Allah telah mengadakan
penciptaan langit dan bumi dan segala isinya. Semuanya itu telah diciptakannya
dengan firman dan Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kejadian 1:1-31).
Konsep Teologi Perjanjian Lama tentang penciptaan telah menggali bukti-bukti
serta makna penciptaan tersebut, maka dari itu, seperti yang kita ketahui
bersama, setiap pembahasan penciptaan langit, bumi dan segala isi tentu kita
akan membahas bagaimana manusia jatuh ke dalam dosa. Konsep Teologi Perjanjian
Lama Tentang Dosa serta kaitannya dengan Hukuman dan Kutuk akan menambah pengetahuan
kita tentang Apakah dosa itu? Apakah yang dimaksud dengan kejahatan serta pelanggaran?
Bagaimanakah bentuk-bentuk hukuman serta kutuk yang diberikan Tuhan Allah
kepada Ciptaan-Nya? Kita akan melihat konsep tersebut melalui bidang Teologi
Perjanjian Lama. Semoga pembahasan kita dapat menambah wawasan kita mengenai
Dosa serta kaitannya dengan hukuman dan kutuk.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Dosa
Dosa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama.[1] Dosa dalam Perjanjian Lama
dalam Ibrani “khatta” yang artinya
“tidak kena”. Dosa merupakan sebuah perbuatan tidak sesuai dengan kehendak
Allah.[2] Dosa ialah kegagalan,
kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum,
kelaliman atau tidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala bentuknya.
Pertama, kata dosa berasal dari kata dasar khatta.
Kata khatta muncul sebanyak 522 kali
dalam Perjanjian Lama, yang memiliki arti tidak mengenai sasaran.[3] Istilah dosa sudah lazim dipergunakan dikalangan Kristen. Dosa
dalam Kejadian 3:6-7, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk
dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan memberikannya
juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.
Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang;
lalu mereka menyemat daun pohon ara membuat cawat.”[4]
Dosa tidaklah sama dengan kejahatan, dosa tidak boleh
dijadikan istilah etika manusia berbicara tentang pelanggaran pelbagai aturan
atau kebiasaan. Dosa menurut Kejadian 4:7 adalah musuh setiap saat telah
mengintip di depan pintu hati manusia untuk memasukinya. Sebab Rasul Petrus
memperingatkan tiap orang beriman senantiasa berjaga-jaga, sebab Iblis, lawan
orang beriman, berjalan keliling seperti Singa yang mengaum-aum dan mencari
orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:8).[5] Sifat Dosa Dalam Perjanjian Lama
sebagai berikut:
1.
Sifat
Teologisnya
Dosa bersifat teologi yaitu dosa selalu berhubungan dengan maksud-maksud
Allah yang kudus. Dalam Perjanjian Lama terdapat perasaan yang tetap bahwa
sifat manusia dan perbuatannya mempengaruhi kedudukan mereka di hadapan Allah;
dosa senantiasa merupakan penghalang untuk memperoleh kebaikan hati Allah maka
dari itu kesadaran akan kegagalan secara langsung berhubungan dengan kehendak
Allah yang adil (Mazmur 6, 15, 32, 51, 102).
2.
Sifat
Objektifnya
Secara tetap terdapat kesadaran akan sifat objektif dosa. Kesalahan yang
tidak dapat didiamkan (Ulangan 21: 1-9); kesalahan itu mencemarkan negeri
(Bilangan 35:33) maka tebusan harus diadakan (1 Samuel 14:34-35). Maksud dari sifat
objektif ini adalah bahwa kesalahan serta tebusan itu tidak boleh dielakkan
atau diabaikan.
3.
Sifatnya
yang Pribadi dan Sadar
Maksud dari dosa pribadi ini adalah meskipun dosa mungkin dilakukan
tanpa disengaja, dosa itu ada karena hati sedang memberontak melawan Allah.
Dosa merupakan tindakan menolak dan kemudian melupakan (Hosea 4:6), dosa juga
merupakan tindakan membuat rancangan pribadi tanpa melibatkan Allah.
4.
Sifat
Universalnya
Mengapa dikatakan universal?
Karena telah menyerbu dan menempati watak manusia dan seluruh umat manusia di
mana-mana. Dosa bersumber pada watak manusia yang sudah rusak dan buruk. Fakta
bahwa semua orang hidup dalam dosa mempunyai hubungan yang teguh dengan Allah
dan hubungan itu tak dapat dilenyapkan bahkan oleh dosa sekalipun.
5.
Sifat
Dosa yang sudah tetap
Pada akhirnya, dosa digambarkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
ciptaan yang sudah jatuh, sehingga dosa itu tetap. Karena dosa itu tetap, maka
harapan satu-satunya hanyalah percaya kepada janji-janji Allah dan memandang
jauh melampaui keadaan tanpa harapan kepada pendamaian yang disediakan oleh
Allah.[6]
2.2.
Pengertian Kejahatan
Kejahatan merupakan bagian atau akibat dari dosa,
kejahatan atau pemberontakan yang dilakukan manusia menyebabkan manusia menjauh
dari maksud-maksud Allah kepada manusia, manusia telah kehilangan gambar dan
rupa Allah. Keterpisahan manusia dengan Allah tidak menjadikannya lebih baik,
namun dengan jelas Alkitab menceritakan keturunan manusia itu semakin jahat.
Kain membunuh adiknya sendiri (Kej. 4: 1-16). Kejahatan manusia terus
bertumbuh, hingga Alkitab menggambarkan bahwa Allah menyesal menjadikan manusia
(Kej. 6:5-6). Akhirnya Allah harus memutuskan untuk mengakhiri semua ciptaan
itu dan memulainya dengan seorang yang benar dan tak bercela, yaitu Nuh
(Kej.6:9-22).[7]
2.3.
Pengertian Pelanggaran
Pelanggaran menurut Perjanjian Lama yaitu sebuah
pemberontakan terhadap atasan atau ketidaksetiaan terhadap suatu persetujuan.
Kata ini biasanya (tetapi agak kurang tepat) diterjemahkan “pelanggaran” (pesa’) menunjuk pada tindakan
pemberontakan perorangan (Ayub 34:47). Tingkat kecenderungan manusia kepada
dosa dikenal sejak dini, “Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata” (Kejadian 6:5). Meskipun tempatnya di dalam hati, dosa menyatakan
dirinya dalam segala perbuatan manusia, dosa berlimpah-limpah dalam banyak
pelanggaran. Suatu perlakukan yang bersalah di
hadapan hukuman dan di hadapan Allah. Orang yang telah melakukan pelanggaran
berarti dia telah melakukan kesalahan.[8]
2.4.
Konsep Dosa Menurut Teologi Perjanjian Lama
1.
Dosa Pertama
Atas segala pertanyaan yang dikemukakan sebenarnya kita
sudah bisa menjawab, yaitu karena Adam telah “jatuh” ke dalam dosa, maka
semuanya ini terjadi. Augustinus, seorang Bapak Gereja yang termasyhur, telah
mencetak istilah “dosa pusaka”, istilah yang kini suka diperjelas dengan
pengandaian dosa sebagai “penyakit menular”. Adam berdosa makanya kita semua
berdosa, manusia pertama telah menyebabkan semuanya. Bila kita pertanyakan
mengapa Adam terjatuh? Sesungguhnya Hawalah yang menyebabkan dosa, dan si ular
yang menyebabkan Hawa berdosa. Si ular, seekor binatang di padang, penafsir
sering mengkaitkan makhluk yang rendah ini dengan “Setan”, yakni dengan malekat
yang telah jatuh” menurut dongeng Yahudi dikemudian hari. Jadi Setanlah yang
mula-mula membawa dosa itu masuk dunia.[9] Tindakan ketidakpatuhan
manusia membawa dosa di dalam dunia. Dosa selanjutnya membawa kematian, karena
Allah bersabda: “sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej.
2:7b), di dalam pelanggaran Adam dan Hawa kehilangan kemurnian mereka,
sifat-sifat kudus. Mereka kehilangan tempat tinggal indah di Taman Eden, bahkan
mereka kehilangan kehidupan jasmani. Langkah gerak dosa mulai beraksi melalui
sejarah kehidupan manusia.[10] Dengan kesadarannya akan
kesalahan manusia yang lalu itu, bangsa israel menyadari kebesaran Allah, yang
tetap setia kepada makhluk-Nya, manusia yang pemberontak itu.[11]
2.
Golongan Kata Dosa Menurut Perjanjian Lama
a.
Penyimpangan
Kategori pertama berbicara mengenai penyimpangan dari jalan yang benar
dalam bahasa Ibrani (hatta) sebagai
arti “dosa terhadap Allah”. Dalam arti lain diterjemahkan sebagai kata
“kesalahan” (awon), pada terjemahan
lain “serong” atau “liku-liku” (iqqes)
menunjukkan penyimpangan yang disengaja dari norma-norma masyarakat. Ia telah
menyimpang dari jalan kebijakan, yaitu takut akan Allah.
b.
Kesalahan
Yang
kedua, ada kata-kata yang menunjuk pada keadaan dalam dosa yaitu orang fasik (rasa) adalah bersalah jadi patut
dihukum, kata ini biasanya diterjemahkan “fasik” yaitu Allah “tidak membiarkan
orang fasik hidup” (Ayub 36:6). Begitu
juga dengan kata (‘asam) telah
melakukan pelanggaran dan karena itu bersalah di hadapan hukum dan di pandangan
Allah.
c.
Pemberontakan
Ketiga
ialah gagasan mengenai pemberontakan, dalam pengertian sekular kata ini dipakai
untuk pemberontakan melawan keluarga Daud (I Raja-raja 12:19). Sebenarnya
keadaan bersalah di hadapan Allah yang terdahulu itu menimbulkan
tindakan-tindakan pelanggaran.[12]
2.5.
Konsep Kejahatan dan Pelanggaran Menurut Teologi
Perjanjian Lama
Soal asal mula terjadinya kejahatan (dalam bahasa Latin Unde malum? “dari manakah datangnya hal
yang jahat?”) telah menjadi pokok pemikiran bangsa-bangsa sejak berabad-abad
lamanya dan umat Israel pun tidak terkecuali. Tidak pernah kita melihat bahwa
manusia berdosa “oleh karena” sesuatu hal, keadaan atau paksaan;
pemberontakannya selalu dilaporkan sebagai peristiwa yang terjadi dengan
mendadak, dengan tak disangka-sangka, dengan tidak ada hal yang menyebabkannya
atau orang yang dapat menerangkannya. Rupanya inilah wujud pemberontakan itu.
Kitab-kitab Perjanjian Lama membiarkan soal itu tidak terjawab. Kita harus
mengambil sikap yang tegas terhadap pengertian-pengertian yang telah biasa di
kalangan umat Krisen. Mengapa Kain membunuh Habel? Mengapa akhlak segenap
manusia menjadi rusak di Zaman Nuh? Mengapa Ham menghinakan ayahnya (kej. 9:18-27)? Mengapa bangsa-bangsa
Timur menjadi sombong (kej. 11:1-9)?[13]
2.6.
Kaitan Dosa, Kejahatan, Pelanggaran dengan Hukuman dan
Kutuk
Menurut J.O. Buswell bahwa “dosa bermula dari suatu
tindakan kehendak yang bebas, di mana ciptaan secara sengaja dan dengan
pengertian yang memadai tentang pokok persoalan itu memilih merusak sifat
keilahian yang kudus yang telah Allah berikan kepada ciptaan-Nya.”[14] Kisah tentang Kejatuhan
ke dalam dosa dengan semua implikasi yang mengertikan, kita tidak merasa bahwa
peristiwa ini memang tak dapat terhindarkan. Akibat yang wajar dari kebebasan
ialah bahwa manusia dapat meragukan dan tidak menaati firman Allah. “Manusia
dapat beralih dari kedaan, tak bersalah kepada keadaan kebebasan moral yang
tanpa kendali hanya dengan tindakan penentuan nasib sendiri”. Dosa melahirkan
perbuatan dosa sebagai akibat yang wajar.[15] Manusia itu bertindak
atas pilihannya sendiri dan menjauhkan diri dari maksud Allah. secara tradisional
dikatakan bahwa Allah memberi perintah untuk menguji apakah manusia
sungguh-sungguh mendengar dan patuh kepada-Nya, tetapi manusia melanggar
perintah dan jatuh ke dalam dosa.
Manusia sebagai makhluk terbatas, manusia tak tahan hidup
sebebas-bebasnya; ia memerlukan batasan dan patokan. Demikianlah anak-anak
memerlukan patokan orangtua, masyarakat memerlukan adat atau nila-nilai
kebersamaan, dan negara memerlukan hukuman agar orang dapat berkembang dan
hidup sejahtera. Sesudah dosa terhadap Allah (Kejadian 3), maka kembali
diceritakan dosa terhadap saudara yang dilakukan oleh Kain terhadap adiknya Habel
(Kejadian 4:1-16) maka setelah Kain bangkitlah Lamekh yang membalasakan dendam
karena luka bengkak dengan membunuh tujuh kali dan membangkitkan lingkaran
kekerasan yang berputar hingga sekarang (Kejadian 4:17-26). Kemudian belanjut
dengan kisah suatu dosa terhadap ayah (Kejadian 9:21-27) Nuh yang minum dan
mabuk hingga terbaring telanjang di dalam kemahnya, namun anaknya Ham menghina
ayahnya sehingga mendapatkan hukuman, Ham dan keturunannya menjadi hamba
kakak-kakaknya; mereka di diskriminasi.
Dosa kembali meluas lagi, Kejadian 11:1-9, dengan
teknologi baru, batu bara yang dibakar sehingga menjadi sekeras batu dan ter
sebagai perekat dan penduduk kota besar hendak mencari nama dan gengsi bagi
dirinya dengan bermaksud mendirikan menara yang puncaknya sampai ke langit,
yaitu suatu zigurat, kuil bertingkat, sebagaimana didirikan di Babel.
Manusia jarang mengakui kesalahannya, akan tetapi akibat
harus ditanggung melalui bentuk hukuman dan kutuk seperti kisah ular dan tanah
terkutuk (Kej. 3:17-19). Manusia bersalah dan menerima hukuman Allah, ini bukan
semacam kutukan pembalasan yang otomatis, tetapi ini merupakan suatu keadaan
yang patut menerima murka Allah. perubahan tidak hanya terjadi pada sikap Allah
terhadap manusia, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran,
hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan
perubahan itu.[16]
2.6.1. Pengertian
Hukuman dalam Perjanjian Lama
Secara umum, kata hukuman berasal dari kata Latin, luris yang artinya dalam bahasa
Indonesia sebagai pedoman untuk mencapai keadilan. Hukuman adalah suatu sanksi
yang diterima oleh seorang yang telah melakukan kesalahan karena telah
melanggar tatanan atau aturan hidup.[17] Hukuman di dalam
Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani (awon) yang artinya dosa penderitaan
hukuman dan kesalahan. Hukuman ini diberikan oleh orang yang telah melakukan
tindakan berdosa. Hukuman Allah adalah sebagai tanggapan yang pasti terhadap
dosa. Bilangan 32:23) “Bahwa dosamu itu akan menimpa kamu”.[18]
Hukuman Allah dalam Perjanjian Lama sebenarnya bukan
hanya untuk menghajar ciptaan-Nya, tetapi juga memiliki maksud untuk memelihara
makhluk-makhluk-Nya. Tindakan pemeliharaan Allah khusunya dalam Kitab-kitab
Perjanjian Lama dan Kejadian 1-11 merupakan tindakan pemeliharaan yang aktif;
tindakan Sang Pencipta yang sesuai denan maksud penciptaan dunia sejak
permulaan, namun yang juga merupakan tindakan yang “baru”, yang menyatakan
kebesaran-Nya yang tak di duga oleh manusia. Perhatian Allah terhadap
makhluk-Nya mengandung ancaman yang dahsyat bagi makhluk itu, namun demikian,
umat Israel malah memuji Allah karena perhatian-Nya itu. Biar bagaimanapun
besar kekecewaan-Nya, Ia tetap menyertai perbuatan tangan-Nya itu (Kel. 2:25).[19]
2.6.2. Kutuk menurut
Perjanjian Lama
Kata kutuk dalam berbagai bentuknya tertulis lebih kurang
230 kali. Kutuk merupakan penghalang seseorang dalam menerima kesembuhan. Menurut
Keluaran 20:3-5 Tuhan mengutuk orang-orang yang menyembah berhala sampai kepada
keturunan yang ketiga dan keempat. Tentu saja, kutuk tidak selalu disebabkan
oleh dosa nenek moyang. Bisa juga kutuk itu disebabkan oleh dosa yang telah
Anda lakukan atau oleh peristiwa yang terjadi semasa hidup Anda sendiri. Kutuk
dapat bertambah berat karena dosa yang kita perbuat sendiri dan menjadi sumber
permasalahan kita.[20]
2.6.3. Bentuk-bentuk
Hukuman dan Kutuk Menurut Perjanjian Lama
a.
Hukuman Allah
1.
Manusia harus susah
mencari rejeki dari tanah dengan bersusah-payah, seumur hidup sampai hari matinya
dan disurir dari taman Eden. Begitu pula dengan Hawa yang harus merasakan sakit
akibat melahirkan anaknya. Pengusiran Kain dari hadapan Allah dan dari daerah
pertanian yang subur (Kejadian 4).
2.
Air Bah (Kejadian
7:1-24).
3.
Ketakutan dalam diri
manusia yang menyebabkan kematian atau maut bagi diri sendiri (Kejadian 3).[21]
4.
Pemisahan dari Allah
“Yesaya 59:2”.
5.
Orang berdosa tidak
dapat menghadap Allah “1 Samuel 14:37-41”.
6.
Hukuman yang paling
hebat adalah dihapuskan dari “kitab kehidupan” (Mazmur 69:29).
7.
Sheol atau dunia
orang mati menjadi tempat kediaman orang fasik “Mazmur 49:15”.[22]
b.
Pertanda Adanya Kutuk
Kutukan yang pertama kali di jatuhkan Allah kepada
ciptaan-Nya yaitu kepada si Ular yang telah “menggoda” si Hawa. Kutukan yang
dijatuhkan Allah adalah ular yang tadinya hewan paling cerdik harus merasakan
berjalan dengan perutnya sendiri di tanah. Penyimpangan perilaku manusia serta
ciptaan menurut kisah dalam Perjanjian Lama memberikan dampak yang sangat
besar.[23] Ada beberapa macam
pertanda kutuk menurut Nabi Musa dalam Ulangan pasal 28, sebagai berikut:
1.
Gangguan kejiwaan dan
emosional,
2.
Penyakit menahun atau
kambuhan (terutama yang turun temurun),
3.
Kemandulan dan sering
mengalami keguguran,
4.
Kehancuran rumah
tangga dan keretakan hubungan dalam keluarga,
5.
Selalu kekurangan
uang,
6.
Cenderung atau sering
mengalami kecelakaan, dan
7.
Seringnya terjadi
kasus bunuh diri atau kematian tak wajar atau mati muda dalam suatu keluarga.[24]
III.
Refleksi Teologis
Allah telah menciptakan semuanya baik dan sungguh baik (Kejadian
1). Segala yang diperlukan manusia telah disediakan sejak awal di Taman Eden
kepada Adam dan Hawa. Tindakan Allah yang sesuai dengan maksud penciptaan dunia
sejak permulaan, serta tindakan yang baru merupakan pernyataan kebesaran-Nya
yang tak dapat diduga oleh manusia. Kisah-kisah yang terdapat di dalam Kitab
Perjanjian Lama terkhususnya dalam Kitab Kejadian mengisahkan beberapa
peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa yang terjadi karena rasa ingin tahu
manusia dan ingin melebihi Allah. Maka ketika manusia telah jatuh ke dalam
dosa, manusia menjadi hamba dosa dan memberikan pemberontakan kepada Allah.
Pemberontakan merupakan buah dari dosa tersebut, dosa sudah menjadi hal yang
tetap di dalam diri setiap manusia sejak lahirnya setelah peristiwa dosa yang
dimulai oleh Adam dan Hawa. Menurut isi Kitab Perjanjian Lama, segala dosa atau
pelanggaran yang dikerjakan oleh manusia, maka Allah langsung memberikan
hukuman serta kutuk kepada orang tersebut.
Ada beberapa maksud dari pemberian hukuman serta kutuk
tersebut, yaitu untuk mengungkapkan kasih Allah kepada ciptaan-Nya, kemudian
untuk menyadarkan manusia dari kesalahan yang dilakukannya. Dengan
hukuman-hukuman-Nya itu Allah mengajari makhluk-Nya bukan untuk membalaskan
dendam Allah. Ulangan 32:39 “Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku
telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada
yang dapat melepaskan dari tanganKu.” Allah menghukum berarti Allah masih
mengasihi manusia. Di dalam setiap penderitaan maka Allah tetap memberikan
jalan serta penghiburan kepada manusia, segal yang telah Ia ciptakan tidak
ditinggalkan-Nya begitu saja.
IV.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan Konsep
Teologi Perjanjian Lama Tentang Dosa, Kejahatan, Pelanggaran Kaitannya Dengan
Hukuman dan Kutuk yaitu dosa merupakan sebuah perbuatan yang salah,
penyimpangan, serta ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah. Dosa pertama
dilakukan pada masa Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa oleh karena mereka
ingin tahu dan ingin memiliki pengetahuan seperti Allah. Mereka bertindak atas
pilihannya sendiri, mereka saling melepmparkan kesalahan diantara ketiga oknum,
maka mereka sangat memilukan hati Allah dengan kerusakan hubungan yang telah
mereka perbuat. Karena dosa, hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak,
begitu pula dengan hubungan manusia dengan manusia. Beberapa contoh dosa yang
terjadi yaitu “dosa terhadap Allah”, “dosa terhadap saudaramu”, kemudian “dosa
terhadap ayah” dan “dosa mencari nama”. Buah dosa adalah kejahatan serta
pelanggaran yang menyebar luas kepada keturunan selanjutnya.
Manusia harus menanggung dosa dengan mendapatkan hukuman
serta kutukan dari Allah, pada perjanjian lama, buah atau akibat dari dosa
langsung diterima manusia melalui Allah. Akibat dari dosa yaitu hukuman serta
kutuk, melalui hal itu Allah bermaksud untuk menghajar manusia serta
ciptaan-Nya agar menyadari kesalahan yang telah menyimpang dari maksud-maksud
Allah kepada ciptaan-Nya. Allah tidak menciptakan manusia untuk berbuat dosa,
namun manusialah yang telah melakukan penyimpangan terhadap perintah Allah.
V.
Daftar Pustaka
C.
Barth, Theologia Perjanjian Lama I,
Jakarta: BPK GM, 2004
Charles C. Ryrie, Teologi
Dasar I: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab, Yogyakarta: Andi
Offset, 2014
Christoph Barth dan Merie-Claire Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK
GM, 2012
David
and Pat Alexander, The Lion Handbook to
the Bible, Suderland: Albatross Books, 1986
Denver
Sizomere, 25 Pelanggaran Tentang Doktrin
Kristen, Yogyakarta: LATM/GJKI, 2008
Derek
Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di
tangan Anda, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995
Harun Hadiwijono, Iman
Kristen, Jakarta: BPK GM, 2015
I Snoek, Sejarah
Suci, Jakarta: BPK GM, 2001
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Gramedia
R. Soedarmo, Kamus
Istilah Teologi, Jakarta: BPK GM, 2002
William Dyrness, Tema-tema
Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 1991
Sumber Lain
[1] Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI)
[2] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK GM,
2002), 21.
[3] Perdomuan
Marbun, Artikel Konsep Dosa Dalam
Perjanjian Lama Dan Hubungannya dengan Perjanjian, Academia.edu, diakses
pada tanggal 3 September 2021 pada pukul 15:36 WIB.
[4] I Snoek, Sejarah Suci, (Jakarta: BPK GM, 2001),
28.
[5] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta:
BPK GM, 2015), 234.
[6] William Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1991), 89-91.
[7] Perdomuan
Marbun, Artikel Konsep Dosa Dalam
Perjanjian Lama Dan Hubungannya dengan Perjanjian, Academia.edu, diakses
pada tanggal 3 September 2021 pada pukul 15:36 WIB.
[8] William Dyrness, 88-89.
[9] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK GM, 2004), 74-75.
[10] Denver
Sizomere, 25 Pelanggaran Tentang Doktrin
Kristen, (Yogyakarta: LATM/GJKI, 2008), 28-29.
[11] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK
GM, 2004), 76.
[12] William
Dyrness, 87-89.
[13] C. Barth, Theologia
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK GM, 2004), 75.
[14] Charles C. Ryrie, Teologi
Dasar I: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2014), 203.
[15] William
Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian
Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991), 84.
[16] Christoph
Barth dan Merie-Claire Barth, Teologi
Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK GM, 2012), 40-44.
[17] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta:Gramedia), 511.
[18] David and Pat
Alexander, The Lion Handbook to the Bible,
(Suderland: Albatross Books, 1986), 124.
[19] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK GM, 2004), 76
[20] Derek Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di tangan Anda,
(Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995), 15-16.
[21] C.Barth, 79.
[22] William
Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian
Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991), 92.
[23] C.Barth, 78.
[24] Derek Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di tangan Anda,
(Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995), 45.
Post a Comment