Evanggelium : Kejadian 8: 15 – 22/1 Musa 8:15-22
Tuhan Memulihkan Keadaan Umat-Nya
I. Pendahuluan
Riwayat air bah
dalam Kej 8:15-22 ini adalah satu rangkaian yang utuh mulai dari pasal 6 hingga
10. Bagian ini ditempatkan menyusul kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa dan
pengusiran dari taman Eden (Kej 3 dan 4) sebagai berita tentang pemulihan
umat-Nya dari akibat dosa yang mematikan dan menyengsarakan. Satu pola yang
jelas terlihat dari rangkaian cerita itu adalah; dosa, penghukuman dan
pemulihan - dengan satu pesan penting bahwa Tuhan tidak menghendaki kematian
manusia, melainkan selalu pada rencana kehidupan yang kekal.
Kisah air bah
seolah mengulang kembali kisah awal penciptaan. Alur ceritanya identik. Pada
awalnya hanya ada air, lalu menyusul tanah, tumbuhan, hewan dan manusia. Selama
Nuh di dalam perahu yang tertutup rapat dan tidak dapat melihat keluar, saat
itulah Tuhan memulihkan bumi seperti saat pertama sekali diciptakan. Saat itu
seolah Allah mengesampingkan Nuh sejenak, sementara Ia memberesi bumi yang
telah rusak akibat dosa, lalu menempatkan Nuh kembali mulai dari garis awal
kehidupan diciptakan. Bahkan apa yang dikatakan oleh Tuhan Allah kepada Adam
dulunya, juga disampaikan kepada Nuh; “Beranak cuculah dan bertambahbanyaklah
serta penuhilah bumi.” (Kej 1:28; 9:1).
Inisiatip
pemulihan akan selalu terjadi dari pihak Tuhan Allah dalam kaitannya dengan
rencana Allah atas manusia di bumi. Dalam kisah air bah ini, Allah melihat Nuh
sebagai seorang yang istimewa dimata-Nya dan memilih dia untuk diselamatkan.
Melalui Nuh diharapkan kemudian akan dilahirkan anak-anak manusia yang taat
kepada Tuhan. Tentu saja Nuh yang telah mendapat kasih karunia di mata Tuhan
(Kej 6:8), benar-benar menerima perintah-Nya dengan seutuhnya. Dimulai dari
membangun sebuah bahtera menurut spesifikasi yang Tuhan perintahkan. Berikut
logistic, berbagai jenis makhluk dan orang-orang yang bersama-sama dengan Nuh
untuk diselamatkan. Semua ini dilaksanakan menurut petunjuk langsung dari Tuhan
Allah.
Dan satu hal yang
penting kemudian adalah pasca peristiwa air bah itu. Allah menyesali cara
pemulihan dengan pendekatan penghukuman yang mematikan dan membinasakan. Ini
terlihat dari respon Tuhan Allah atas persembahan yang dinaikkan oleh Nuh (Kej
8:21) yang kemudian diteguhkan dalam pasal 9:11. Disini relasi baru antara
Tuhan Allah dengan manusia bukan lagi dalam bentuk dosa dan hukuman, malainkan
anugerah dan keselamatan. Inilah yang terlihat dari peristiwa Nuh ini;
kepercayaan yang bersifat lahiriah benar-benar tidak akan memperbaiki hubungan
manusia dengan Allah. Keselamatan akan diterima apabila kepercayaan itu
bersifat rohani yakni iman yang ditunjukkan lewat ketaatan sama seperti Nuh.
Itu sebabnya peristiwa Nuh kemudian diartikan sebagai yang rohani. Kehidupan
dalam perahu Nuh dianggap menjadi model kehidupan sorgawi (Mat 24:36-39;Luk
17:26-30). Dan imanlah yang ditunjukkan oleh Nuh lewat ketaatannya untuk
melaksanakan perintah Tuhan dalam mempersiapkan perahu untuk menyelamatkan
keluarganya (Ibrani 11:7). Dan yang lebih penting lagi, rasul Petrus
menghubungkan peristiwa air bah menjadi kiasan baptisan yang dikaitkan dengan
kematian dan kuasa kebangkitan Kristus. Ketaatan dan pertobatan yang tercermin dalam
baptisan menjadi syarat memperoleh keselamatan (1 Petrus 3:21).
II. Pembahasan
Ketaatan Nuh dalam
mempersiapkan perahu itu sebelum peristiwa air bah datang, ditunjukkan sama
dengan ketaatannya sesudah air bah itu surut (Kej 8:15-22). Nuh tidak keluar dari
perahu meskipun ia sudah tau bahwa air bah sudah surut. Ini ditandai dengan
burung merpati yang ketiga (setelah burung gagak dan merpati) tidak kembali
lagi kedalam perahu (Kej 8:7-12). Ia masih harus menunggu perintah Tuhan untuk
keluar dari bahtera/perahu itu. Nuh sepenuhnya menggantungkan hidupnya kepada
pemeliharaan Tuhan Allah. Tuhan telah mempersiapkan jalan keselamatan bagi Nuh
dan keluarganya pada awalnya, maka dia membiarkan Tuhan juga akan
menyempurnakan keselamatan itu pada akhirnya. Nuh tidak keluar dari perahu itu
dengan kehendaknya sendiri, melainkan dengan sabar menantikan kehendak Tuhan.
Setelah menunggu beberapa
waktu lamanya, perintah Tuhan datang kepada Nuh dan mereka pun keluar dari
perahu itu. Rupanya kehidupan keluarga Nuh masing-masing terpisah selama dalam
perahu. Nuh bersama anaknya laki-laki tinggal terpisah dengan kelompok isteri
dan menantunya perempuan. Barangkali ini adalah model tradisi yang diikuti
hingga saat ini, dimana di dalam gereja itu tempat duduk jemaat laki-laki berbeda
dengan kaum perempuan. Sebab gereja juga menggambarkan suasana kehidupan
sorgawi (prototipe sorgawi bnd.Mat 24:30; Mat 22:30).
Tentulah rasa syukur yang
besar ada di dalam hati Nuh, sebab dia dan seluruh keluarganya telah berhasil
selamat. Nah, dalam Kej 8:20, ketaatan iman Nuh berlanjut dalam wujud syukur
yang ditunjukkannya dengan memberikan persembahan korban bakaran kepada Tuhan
Allah. Yang pertama dilakukan oleh Nuh pasca keluar dari perahu adalah mencari
sebuah tempat yang tinggi dan mendirikan sebuah mezbah bagi Tuhan. Itulah
mezbah pertama yang didirikan di bumi yang sudah dibersihkan. Disini dikatakan
bahwa Nuh mempersembahkan miliknya yang terbaik berupa korban bakaran (ola).
Korban bakaran ini adalah menandai darah atau nyawa, yang berarti bahwa
kehidupan adalah milik Allah. Allah senang Nuh menyadari imannya, lalu Allah
memberkati dia dan berjanji untuk memberkati juga keturunannya. Sekalipun Tuhan
tau bahwa dalam hati anak-anak manusia itu nantinya masih akan terus berdosa.
Dari sinilah kita akan melihat kaitan selanjutnya kisah ini dengan tebusan
nyawa atau darah Adam yang akan ditanggung oleh keturunannya yakni Yesus
Kristus. Tuhan Yesus Kristus tidak berdosa dan tidak mungkin berdosa, tetapi Ia
menjadi korban pengganti dan penebusan akibat dosa keturunan manusia. Ia
menjadi korban persembahan yang sempurna yang berkenan bagi Allah untuk
pengampunan dosa manusia di kayu salib. Dan dengan cara itu juga Yesus Kristus
menggenapi di dalam diri-Nya anugerah Allah yang menghidupkan. Setiap orang
yang berada di dalam pengorbanan Kristus itu akan beroleh pengampunan.
III. Penutup
Perikop ini menyaksikan bahwa dosa itu sudah dan akan terus menjadi sifat
yang melekat dalam diri manusia itu (Kej 8:21;”yang ditimbulkan hatinya adalah
jahat….” bnd Kej 6:5). Patokan dosa adalah kekudusan Allah. Oleh sebab itu dosa
diartikan sebagai penentangan atas apa yang dituntut oleh kemuliaan Allah.
Sama halnya dosa dinilai dari perspektif kekudusan Allah, demikian juga
tindakan Allah atas dosa itu terjadi sebagai konsekwensi dari kekudusan dan
kemuliaan-Nya. Tuhan Allah tidak membiarkan dosa yaitu ketidak acuhan manusia
terhadap-Nya. Tindakan khasnya adalah murka Allah. Murka Allah tidak boleh
dianggap rendah seolah keluar dari hati yang busuk, dendam, kebencian sebagaimana
hati manusia, melainkan sebagai ungkapan ketidaksenangan Allah akan kejahatan
akibat dosa itu. Manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam
persekutuan dengan Dia. Manusia memiliki tanggungjawab untuk selalu
menyenangkan hati Allah.
Peristiwa Nuh menjadi sebuah pelajaran tentang murka Tuhan atas dosa. Tentang nasib buruk yang akan dialami oleh manusia dan berkat pemeliharaan dan keselamatan yang akan diperoleh atas ketaatan iman kepada Tuhan Allah. Allah membenci dosa dan akan menghukum setiap orang oleh karena kefasikannya. Tetapi sebaliknya, Ia mengasihi dan memulihkan (mengembalikan kesemula dalam naungan anugerah Allah) hidup orang benar yang taat serta menyelamatkannya. Peristiwa air bah tidak berakhir pada masa Nuh, namun menjadi simbolisasi dari peristiwa yang akan datang. Air bah merupakan penghakiman Allah di akhir zaman (Luk 17:26, Mat 24:37). Dan sama seperti keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada Nuh, air bah menjadi lambang keselamatan yang diperoleh manusia melalui baptisan (1 Pet 3:20-21).
IV. Pokok-pokok kotbah
1.
Tuhan Allah membenci dosa dan orang fasik.
2.
Allah memelihara hidup orang yang taat dan percaya.
3.
Kita telah menerima baptisan. Itu berarti kita telah
dipersatukan dalam kematian dan kebangkitan-Nya untuk hidup kekal.
Setiap orang mesti merespon kasih Allah dengan ketaatan kepada firman-Nya. Itulah persembahan yang berkenan dan menyenangkan hati Tuhan.
Post a Comment