wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

KHOTBAH MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS 24 SEPTEMBER 2023

 

Evanggelium  : Kejadian 8: 15 – 22/1 Musa 8:15-22

 

Tuhan Memulihkan Keadaan Umat-Nya


I.          Pendahuluan

Riwayat air bah dalam Kej 8:15-22 ini adalah satu rangkaian yang utuh mulai dari pasal 6 hingga 10. Bagian ini ditempatkan menyusul kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa dan pengusiran dari taman Eden (Kej 3 dan 4) sebagai berita tentang pemulihan umat-Nya dari akibat dosa yang mematikan dan menyengsarakan. Satu pola yang jelas terlihat dari rangkaian cerita itu adalah; dosa, penghukuman dan pemulihan - dengan satu pesan penting bahwa Tuhan tidak menghendaki kematian manusia, melainkan selalu pada rencana kehidupan yang kekal.

Kisah air bah seolah mengulang kembali kisah awal penciptaan. Alur ceritanya identik. Pada awalnya hanya ada air, lalu menyusul tanah, tumbuhan, hewan dan manusia. Selama Nuh di dalam perahu yang tertutup rapat dan tidak dapat melihat keluar, saat itulah Tuhan memulihkan bumi seperti saat pertama sekali diciptakan. Saat itu seolah Allah mengesampingkan Nuh sejenak, sementara Ia memberesi bumi yang telah rusak akibat dosa, lalu menempatkan Nuh kembali mulai dari garis awal kehidupan diciptakan. Bahkan apa yang dikatakan oleh Tuhan Allah kepada Adam dulunya, juga disampaikan kepada Nuh; “Beranak cuculah dan bertambahbanyaklah serta penuhilah bumi.” (Kej 1:28; 9:1).

Inisiatip pemulihan akan selalu terjadi dari pihak Tuhan Allah dalam kaitannya dengan rencana Allah atas manusia di bumi. Dalam kisah air bah ini, Allah melihat Nuh sebagai seorang yang istimewa dimata-Nya dan memilih dia untuk diselamatkan. Melalui Nuh diharapkan kemudian akan dilahirkan anak-anak manusia yang taat kepada Tuhan. Tentu saja Nuh yang telah mendapat kasih karunia di mata Tuhan (Kej 6:8), benar-benar menerima perintah-Nya dengan seutuhnya. Dimulai dari membangun sebuah bahtera menurut spesifikasi yang Tuhan perintahkan. Berikut logistic, berbagai jenis makhluk dan orang-orang yang bersama-sama dengan Nuh untuk diselamatkan. Semua ini dilaksanakan menurut petunjuk langsung dari Tuhan Allah.

Dan satu hal yang penting kemudian adalah pasca peristiwa air bah itu. Allah menyesali cara pemulihan dengan pendekatan penghukuman yang mematikan dan membinasakan. Ini terlihat dari respon Tuhan Allah atas persembahan yang dinaikkan oleh Nuh (Kej 8:21) yang kemudian diteguhkan dalam pasal 9:11. Disini relasi baru antara Tuhan Allah dengan manusia bukan lagi dalam bentuk dosa dan hukuman, malainkan anugerah dan keselamatan. Inilah yang terlihat dari peristiwa Nuh ini; kepercayaan yang bersifat lahiriah benar-benar tidak akan memperbaiki hubungan manusia dengan Allah. Keselamatan akan diterima apabila kepercayaan itu bersifat rohani yakni iman yang ditunjukkan lewat ketaatan sama seperti Nuh. Itu sebabnya peristiwa Nuh kemudian diartikan sebagai yang rohani. Kehidupan dalam perahu Nuh dianggap menjadi model kehidupan sorgawi (Mat 24:36-39;Luk 17:26-30). Dan imanlah yang ditunjukkan oleh Nuh lewat ketaatannya untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam mempersiapkan perahu untuk menyelamatkan keluarganya (Ibrani 11:7). Dan yang lebih penting lagi, rasul Petrus menghubungkan peristiwa air bah menjadi kiasan baptisan yang dikaitkan dengan kematian dan kuasa kebangkitan Kristus. Ketaatan dan pertobatan yang tercermin dalam baptisan menjadi syarat memperoleh keselamatan (1 Petrus 3:21).

II.        Pembahasan

Ketaatan Nuh dalam mempersiapkan perahu itu sebelum peristiwa air bah datang, ditunjukkan sama dengan ketaatannya sesudah air bah itu surut (Kej 8:15-22). Nuh tidak keluar dari perahu meskipun ia sudah tau bahwa air bah sudah surut. Ini ditandai dengan burung merpati yang ketiga (setelah burung gagak dan merpati) tidak kembali lagi kedalam perahu (Kej 8:7-12). Ia masih harus menunggu perintah Tuhan untuk keluar dari bahtera/perahu itu. Nuh sepenuhnya menggantungkan hidupnya kepada pemeliharaan Tuhan Allah. Tuhan telah mempersiapkan jalan keselamatan bagi Nuh dan keluarganya pada awalnya, maka dia membiarkan Tuhan juga akan menyempurnakan keselamatan itu pada akhirnya. Nuh tidak keluar dari perahu itu dengan kehendaknya sendiri, melainkan dengan sabar menantikan kehendak Tuhan.

Setelah menunggu beberapa waktu lamanya, perintah Tuhan datang kepada Nuh dan mereka pun keluar dari perahu itu. Rupanya kehidupan keluarga Nuh masing-masing terpisah selama dalam perahu. Nuh bersama anaknya laki-laki tinggal terpisah dengan kelompok isteri dan menantunya perempuan. Barangkali ini adalah model tradisi yang diikuti hingga saat ini, dimana di dalam gereja itu tempat duduk jemaat laki-laki berbeda dengan kaum perempuan. Sebab gereja juga menggambarkan suasana kehidupan sorgawi (prototipe sorgawi bnd.Mat 24:30; Mat 22:30). 

Tentulah rasa syukur yang besar ada di dalam hati Nuh, sebab dia dan seluruh keluarganya telah berhasil selamat. Nah, dalam Kej 8:20, ketaatan iman Nuh berlanjut dalam wujud syukur yang ditunjukkannya dengan memberikan persembahan korban bakaran kepada Tuhan Allah. Yang pertama dilakukan oleh Nuh pasca keluar dari perahu adalah mencari sebuah tempat yang tinggi dan mendirikan sebuah mezbah bagi Tuhan. Itulah mezbah pertama yang didirikan di bumi yang sudah dibersihkan. Disini dikatakan bahwa Nuh mempersembahkan miliknya yang terbaik berupa korban bakaran (ola). Korban bakaran ini adalah menandai darah atau nyawa, yang berarti bahwa kehidupan adalah milik Allah. Allah senang Nuh menyadari imannya, lalu Allah memberkati dia dan berjanji untuk memberkati juga keturunannya. Sekalipun Tuhan tau bahwa dalam hati anak-anak manusia itu nantinya masih akan terus berdosa. Dari sinilah kita akan melihat kaitan selanjutnya kisah ini dengan tebusan nyawa atau darah Adam yang akan ditanggung oleh keturunannya yakni Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus tidak berdosa dan tidak mungkin berdosa, tetapi Ia menjadi korban pengganti dan penebusan akibat dosa keturunan manusia. Ia menjadi korban persembahan yang sempurna yang berkenan bagi Allah untuk pengampunan dosa manusia di kayu salib. Dan dengan cara itu juga Yesus Kristus menggenapi di dalam diri-Nya anugerah Allah yang menghidupkan. Setiap orang yang berada di dalam pengorbanan Kristus itu akan beroleh pengampunan.

 

III.       Penutup

Perikop ini menyaksikan bahwa dosa itu sudah dan akan terus menjadi sifat yang melekat dalam diri manusia itu (Kej 8:21;”yang ditimbulkan hatinya adalah jahat….” bnd Kej 6:5). Patokan dosa adalah kekudusan Allah. Oleh sebab itu dosa diartikan sebagai penentangan atas apa yang dituntut oleh kemuliaan Allah.

Sama halnya dosa dinilai dari perspektif kekudusan Allah, demikian juga tindakan Allah atas dosa itu terjadi sebagai konsekwensi dari kekudusan dan kemuliaan-Nya. Tuhan Allah tidak membiarkan dosa yaitu ketidak acuhan manusia terhadap-Nya. Tindakan khasnya adalah murka Allah. Murka Allah tidak boleh dianggap rendah seolah keluar dari hati yang busuk, dendam, kebencian sebagaimana hati manusia, melainkan sebagai ungkapan ketidaksenangan Allah akan kejahatan akibat dosa itu. Manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Manusia memiliki tanggungjawab untuk selalu menyenangkan hati Allah.

Peristiwa Nuh menjadi sebuah pelajaran tentang murka Tuhan atas dosa. Tentang nasib buruk yang akan dialami oleh manusia dan berkat pemeliharaan dan keselamatan yang akan diperoleh atas ketaatan iman kepada Tuhan Allah. Allah membenci dosa dan akan menghukum setiap orang oleh karena kefasikannya. Tetapi sebaliknya, Ia mengasihi dan memulihkan (mengembalikan kesemula dalam naungan anugerah Allah) hidup orang benar yang taat serta menyelamatkannya. Peristiwa air bah tidak berakhir pada masa Nuh, namun menjadi simbolisasi dari peristiwa yang akan datang. Air bah merupakan penghakiman Allah di akhir zaman (Luk 17:26, Mat 24:37). Dan sama seperti keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada Nuh, air bah menjadi lambang keselamatan yang diperoleh manusia melalui baptisan (1 Pet 3:20-21). 

IV.       Pokok-pokok kotbah

1.      Tuhan Allah membenci dosa dan orang fasik.

2.      Allah memelihara hidup orang yang taat dan percaya.

3.      Kita telah menerima baptisan. Itu berarti kita telah dipersatukan dalam kematian dan kebangkitan-Nya untuk hidup kekal.

Setiap orang mesti merespon kasih Allah dengan ketaatan kepada firman-Nya. Itulah persembahan yang berkenan dan menyenangkan hati Tuhan.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: