wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah minggu 27 Juli 2025


Nats: Kejadiaan 18:22–23
Tema: Doa Memohon Keselamatan

 Pendahuluan

Teks Kejadian 18:22–23 adalah bagian penting dari narasi yang sangat dramatis dan penuh ketegangan moral, yakni peristiwa intervensi ilahi terhadap kota Sodom dan Gomora. Dalam bagian ini, Abraham berdiri sebagai perantara antara Allah dan manusia, menunjukkan wajah doa yang mendalam: doa yang tidak egois, melainkan bersifat syafaat bagi keselamatan orang lain. Tema besar yang mengalir dalam teks ini adalah "doa memohon keselamatan"—suatu seruan penuh kasih kepada Allah yang adil sekaligus penyayang, demi menyelamatkan hidup manusia yang terancam murka-Nya.


Konteks Historis dan Budaya

Kisah ini ditulis dalam konteks Israel kuno, yang hidup dalam tatanan masyarakat suku-suku dengan keyakinan akan kekuatan ilahi yang transenden. Penulis Kitab Kejadian, secara tradisional dikaitkan dengan Musa, menuliskan teks ini dengan gaya naratif teologis untuk memberikan pengajaran moral dan religius kepada bangsa Israel tentang hubungan antara kebenaran, keadilan, dan belas kasihan Allah.

Sodom dan Gomora, yang terletak di daerah Lembah Sidim, dikenal sebagai kota-kota yang sangat makmur namun rusak secara moral. Dalam budaya Timur Dekat kuno, kota-kota seperti Sodom menggambarkan pusat kekuasaan dan hedonisme yang sering bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan. Bangsa Israel sering menggunakan kisah-kisah seperti ini sebagai cermin untuk menilai keberadaan sosial dan spiritual mereka sendiri. Dalam dunia kuno, hubungan antara Allah dan manusia sangat personal dan kolektif: keberdosaan satu kota bisa mengundang murka bagi seluruh bangsa, sementara kebenaran beberapa orang dapat menjadi alasan untuk belas kasihan Allah.


Konteks Teologis dan Politik

Secara teologis, kisah ini mengandung ketegangan antara keadilan dan belas kasihan Allah. Abraham tampil sebagai figur profetis dan imam, yang mengambil peran aktif dalam membela kehidupan orang benar, bahkan di tengah masyarakat yang jahat. Ia tidak hanya pasrah terhadap kehendak Allah, tetapi mendekat dan berdialog—suatu tindakan yang dalam tradisi Timur Dekat Kuno sangat tidak biasa karena menunjukkan keberanian dan kedekatan yang intim dengan Allah yang Mahasuci.

Dalam kerangka politik, kisah ini juga dapat dimaknai sebagai pengingat bagi bangsa Israel dan para pemimpinnya tentang tanggung jawab moral dalam memimpin dan membela keadilan. Ketika Abraham berdoa bagi kota Sodom, ia sedang menegaskan nilai keadilan yang tidak disamakan dengan pembalasan kolektif. Ia bertanya kepada Allah, "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?"—pertanyaan ini bukan sekadar retoris, tetapi mencerminkan suatu keyakinan bahwa Allah harus dan akan bertindak secara adil.


Eksposisi Teks Kejadian 18:22–23

Dalam ayat 22, kita membaca bahwa dua malaikat yang sebelumnya menyamar sebagai tamu berpaling ke Sodom, tetapi Abraham tetap berdiri di hadapan TUHAN. Ungkapan "berdiri di hadapan TUHAN" secara budaya merupakan posisi intersesional, yakni posisi berdoa atau menyampaikan permohonan kepada pihak yang memiliki otoritas tertinggi. Ini bukan posisi pasif, melainkan sikap aktif dari seseorang yang percaya bahwa Allah mendengar dan peduli.

Ayat 23 menyatakan bahwa Abraham “mendekat,” yang dalam bahasa Ibrani nagash berarti mendekat untuk berbicara, bernegosiasi, atau mempersembahkan sesuatu. Dalam hal ini, Abraham mempersembahkan doanya sebagai bentuk permohonan keselamatan bagi penduduk kota. Ia tidak menyebut dosa Sodom secara eksplisit, tetapi ia tahu betul betapa rusaknya kota itu. Namun, yang lebih penting baginya adalah bahwa mungkin ada orang benar di sana. Permohonan Abraham bukan berbasis pada ketidakadilan Allah, tetapi justru pada keadilan dan belas kasihan Allah. Ia memohon agar Allah tidak menghukum kota secara menyeluruh jika masih ada orang benar di dalamnya.

Abraham tidak memaksa Allah, tetapi ia menyelami hati Allah. Doa syafaatnya bukan manipulatif, melainkan refleksi dari iman dan kasih. Ia mewakili orang benar yang berani berdiri di tengah dunia yang rusak dan tidak menyerah kepada keputusasaan.


Refleksi Teologis

Dari kisah ini, kita belajar bahwa doa bukan sekadar permohonan pribadi, melainkan tindakan moral dan spiritual yang mendalam. Abraham mengajarkan kita bahwa kita dipanggil untuk menjadi pendoa syafaat—mereka yang membawa penderitaan dan kehancuran dunia ini ke hadapan Allah dalam doa. Ketika dunia menghadapi krisis moral, kehancuran sosial, dan kemunduran spiritual, respons orang percaya seharusnya bukan hanya dengan penghakiman atau pengunduran diri, tetapi dengan berdiri di hadapan Allah, memohon keselamatan.

Doa Abraham juga memperlihatkan dimensi dialogis dari relasi iman. Ia berbicara kepada Allah, mendengar respons-Nya, dan tetap berpegang pada karakter Allah yang adil. Dalam kekristenan, tindakan ini dipenuhi dalam pribadi Yesus Kristus, Sang Imam Besar yang menjadi perantara kekal bagi umat manusia di hadapan Allah (Ibrani 7:25).


Kesimpulan

Kejadian 18:22–23 menggambarkan sosok Abraham sebagai pendoa syafaat yang berani dan penuh kasih, yang berdiri di hadapan Allah memohon keselamatan bagi kota yang akan binasa. Dalam konteks budaya dan teologis zaman itu, tindakan Abraham mencerminkan iman yang matang dan pengenalan akan karakter Allah yang adil sekaligus penuh belas kasih. Ia mengajarkan kita bahwa doa bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi sikap keberanian untuk memperjuangkan kehidupan dan kebenaran di tengah dunia yang jahat.

Doa memohon keselamatan bukan hanya tentang menyelamatkan diri sendiri, tetapi menjadi bagian dari misi Allah untuk menyelamatkan dunia. Dalam Kristus, kita dipanggil menjadi pendoa syafaat seperti Abraham—berdiri di hadapan Tuhan, dan tidak menyerah pada kejahatan, melainkan memohon agar kasih karunia-Nya menjangkau mereka yang berada dalam bahaya kehancuran. Inilah panggilan spiritual yang abadi: berdoa demi keselamatan orang lain, karena kasih selalu mencari cara untuk menyelamatkan.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: