Pendidikan Multikultural di Era Digital


Pendidikan Multikultural di Era Digital

       I.            Pendahuluan

            Pendidikan mampu memberikan pembelajaran untuk mampu menciptakan budaya baru, dan bersikap toleran terhadap budaya yang lainnya sangatlah penting atau pendidikan yang multikultural akan menjadi salah satu solusi dalam pengembangan sumber daya manusia yang mempunyai karakter yang berbeda dengan budaya lain. Untuk lebih mengetahui tentang pendidikan multikultural di era digital ini di sini kami para penyaji akan memaparkan lebih luas tentang pendidikan multikultural ini, semoga sajian kami dapat menambah wawasan kita semua. Tuhan Yesus Memberkati.

 

    II.            Pembahasan

2.1.  Pengertian Pendidikan

Pendidikan ialah sebagai sebuah peoses pengembangan sumber daya manusia agar memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal memberikan relasi yang kuat antar individu dengan masyarakat dan lingkungan budaya sekitarnya.[1] Pendidikan juga merupakan pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan setiap individu melalui pengajaran, pelatiahan, proses, perbuatan. [2]

 

2.2.  Pengertian Multikultural

Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk memperjelaskan pandangan seseorang tentang ragama kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang di anut mereka. [3]

 

2.3.  Pengertian Era Digital

Era digital adalah masa dimana semua manusia dapat saling berkomunikasi sedemikian dekat walaupun salng berjauhan.Kita dapat dengan cepat mengetahui informasi tertentu bahkan real time. Menurut Wikipedia, era digital bisa juga disebut dengan globalisasi. Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya yang banyak disebabkan oleh kemajuan infrastruktur telekomunikasi, transportasi dan internet.[4]Dalam era digital masyarakat yang terbentuk oleh Teknologi yang menyebarkan informasi seba cepat, massif, dan sangat beragam meskipun relative terkontrol.Masyarakat yang hidup di era digital adalah masyarakat yang hampir tidak memiliki suatu kepastian atau pun kebenaran dikarenakan relasi-relasi social tidak memiliki landasan yang pasti, dan cepat berubah. Media social sebagai salah satu fenomena di era digital seperti Smartphone dan lain sebagainya. Teknologi informasi temuktakhir di era digital mempengaruhi rekontuksi dan ekspresi identitas masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwasanya bersamaan terbentuknya sebuah tatanan masyarakat baru, muncul pula generasi baru yaitu generasi digital.[5]

 

2.4.  Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan sebuah ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan, dan proses (Banks, 1997). Sebagai sebuah ide, pendidikan multikultural berusaha menciptakan kesempatan yang sama bagi semua peserta yang berasal dari suku, ras, agama budaya dan kelas sosial yang berbeda. Sebagai sebuah gerekan reformasi, pendidikan multikultural berupaya untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua peserta, dengan mengubah lingkungan pendidikan  secara total, sehingga mencerminkan keberagaman budaya dan kelompok dalam suatu masyarakat dan bangsa. Pendidikan multikultural adalah proses, karena tujuannya adalah menciptakan  kesederajatan pendidikan bagi peserta dari berbagai ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya yang berbeda.

Banks menggaris bahwa kesederajatan pendidikan sebagai komponen yang penting dalam pendidikan, karena lembaga atau institusi apapun tidak bebas dari bias diskriminasi dalam konflik rasial, serta isu-isu yang berkaitan dengan kesukuan, ras, gender dan otoritas. Memahami budaya dan suku, ras dan agama sendiri dan merespon kebutuhan peserta yang berbeda budaya, suku, ras, agama dan perkecualiannya adalah bagian penting dalam proses pembelajaran. Peserta menumbuhkan sarana utuk mengenal berbagai sumbangan budaya, agama, suku, dan ras terhadap seni, musik, arsitektur, drama, sastra serta kehidupan bersama secara luas.[6]

 

2.5.  Pendidikan Multikultural Menurut Alkitab

2.5.1.      Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama kemajemukan dalam kata Ibrani רבה(raba) yang berarti menjadi banyak, berlipat ganda. seperti hasil karya ciptaan Allah yang jelas disebutkan dalam Kej 1:28 “Allah memberkati mereka lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranak Cuculah dan bertambah banyak (וּרבֶוּ) orang kedua maskulin, Plural dari kata dasar Rabah yang berarti bertambah banyak (be Multiply), penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. dan kata ini juga digunakan dalam Kejadian 9:1 “Allah memberkati Nuh” dan juga dalam Kejadian 9:7 “Beranakcuculah dan bertambah banyak sehingga tidak terbilang jumlahmu di atas bumi”. Hal ini menjadi bukti bahwa kemajemukan yang ada ditengah-tengah dunia ini termasuk di Indonesia adalah keinginan Allah.Allah ingin supaya manusia memenuhi bumi dan harus berserak keseluruh bumi (Kejadian 11:4).

Selain itu masyarakat dalam PL adalah masyarakat Pluralistik dan banyak etnik serta suku bangsa yang tampak melalui penduduk tanah Kanaan, ketika bangsa Israel memasuki tanah Perjanjian itu dan Allah memberitahukan kepada mereka ada beberapa suku bangsa yang telah menetap ditanah Perjanjian antara lain: orang Kanaan, orang Het, Amori, feris, Hewi dan orang Yebus (Kel 3:8) dan juga Kejadian 15:19-21 yang dimana memiliki bahasa dan adat-istiadatnya masing-masing. selain itu juga kita Melalui Musa kita dapat melihat melalui fasilitas pendidikan di Mesir dengan menikmati pendidikan di Mesir yang dilakukan secara multicultural. selain itu juga pendidikan Multikultural di Babilonia ketika raja Babel yaitu Nebukadnezar menguasai kerajaan Yehuda maka ia memerintah kepala istanahnya untuk memahami berbagai hikmat dan juga diajarakan tulisan dan bahasa orang Kasdim (Daniel 1:3-5).[7]

 

2.5.2.      Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru juga ada dicatat tentang berbagai suku bangsa di dunia ini seperti Samaria, orang Galilea, Orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapodokia,Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, daerah-daerah Libya, penduduk dari Roma, orang Yahudi, orang Kreta, dan orang Arab (Kisah Para Rasul 2:7-11) mereka berkata-kata dalam bhasa mereka sendiri. dalam Perjanjian Baru digunakan “Orang Yahudi” (Jewish) dan bukan orang Yahudi (Gentiels).[8] Seperti Yesus yang juga menghormati kemajemukan dan keaneka ragaman. Yesus tumbuh dalam tradisi komunitasnya sebagai Yahudi. Tetapi didalam konteks kemajemukan, Yesus mengajarkan kasih dan pengampunan Allah yang merangkul setiap suku bangsa. Yesus juga mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang berbeda suku dan agama dengan-Nya, misalnya pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria (Yoh. 4), pertemuan Yesus dengan Nikodemus, seorang Farisi (Yohanes3:1-21), dll. Melalui pengajaran dan perbuatan Yesus yang menghargai kemajemukan, maka pendidikan harus bertujuan untuk membentuk spritualitas peserta didik agar mampu mengaplikasikan imannya di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang majemuk.[9]

 

2.6.  Mengapa perlu Pendidikan Multikultural

Kondisi keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior dari pada kelompok etnik atau ras lainnya.  Ketidak kenalan terhadap identitas budaya orang lain bisa mendorong menigkatnya prasangka terhadap orang lain, yaitu sikap antisipasi yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan . Prasangka juga di arahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau seseorang yang hanya kerena mereka adalah anggota kelompok tertentu.

Rasionalnya tentang pentingnya pendidikan multikutural, karane strategi pendidikan ini di pandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam:

a)      Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antar budaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan dan nonviolent.

b)      Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses dialog mendalam (deep dialogue), berfikir kritis (Critical thinking), dan memiliki kandungan efeksi yang kuat.

c)      Modal pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih sfisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun kolaborasi dan memiki kotmitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk.

d)      Memberikan kontribusi bagi bangsa indonesia dalam penyelesian dan mengelola konflik yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurapi prasangka. [10]

 

2.7.  Tujuan Pendidiakan Multikultural

Tujuan utama pendidkan multikultural ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk bersikap terbuka dan inklusif, dalam arti memahami dan menerima perbedaan, mampu menghargai orang lain yang berbeda suku, ras, agama dan budaya untuk membangun kebersamaan lintas budaya. Pendidikan multikultural memfokuskan diri pada kebutuhan akan perubahan dan trasnformasi sosial, karena:

a)      Membantu peserta didik memperoleh pemahaman diri yang lebih luas dengan melihat dirinya dari sudut pandang suku, ras, agama, dan budaya lain.

b)      Menolong peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghargai suku, ras, agama, dan budaya di luar suku, ras, agama, dan budaya sendiri

c)      Mempersiapkan peserta didik dengan keterampilan, sikap dan pengetahuannya di perlukan, agar mereka berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat dan multikultural.

d)      Mereduksi dan mengobati terutama yang timbul kerena perlakuan diskriminasi rasial dari kelompok suku, ras, agama, dan kebudayaan yang berbeda. [11]

 

            2.6. Dimensi dalam Pendidikan Multikultural

1)      Pertama, Content Intregation, yang menyatakan materi pendidikan multikultural dengan mater-materi pelajaran di sekolah. Menurut Ratna Megawangi, kontruksi pendidikan multikulturalisme dapat di posisikan sebagai bagian dari upaya secara komprehensif dan sistematis untuk mencengah dan menanggulangi konflik etnis, agama, radikalisme agama, separatisme sosial, dan integrasi bangsa.

2)      Kedua, The Knowledge Construktion ProcessI, Pendidik atau fasilitator  menolong peserta didik untuk menganalisis prose pembentukan pengetahuan yang melestarikan rasisme, diskriminasi suku, ras, gender dan budaya, sehingga mereka dapat mengenal, memahami, dan menghargai budaya, agama, suku dan ras di luar budaya, agama, suku dan rasnya sendiri.

3)      Ketiga, An Equity Paedagogy, Pendidikan atau fasilitator yang menggunakan berbagai metode belajar untuk memfasilitaasi komunikasi dan kerja sama lintas budaya, sehingga peserta didik yang berasal dari latar belakang suku, ras, dan budaya dapat belajar sama, saling belajar dan meresa nyaman di dalam rumah kemajemukan dan plurakitas.

4)      Keempat, Prejudice Reduction, Pendidik atau fasilitator perlu mengindentifikasi karakter budaya, suku, ras, dan kelas sosial peserta didik, kemudian membuat analisi serta strategi untuk menentukan metode dan strategi mengajar yang tepat utuk menciptakan budaya kelompok yang toleran an inklusif dengan konten dari berbagi bentuk diskriminasi, prejudice dan konflik sosial serta isu-isu yang berkaitan dengan kemajemukan dan pluralitas suku, agama, gender, dan budaya.

5)      Kelima, An Empowering School Culture and Social Culture, Membangun mosaik budaya komunikasi yang memungkinkan peserta didik yang berasal dari kelompok ras, suku, gender dan budaya yang berbeda, mengalami kesederajatan pendidikan dan status yang sama. Tradisi, budaya, kurikulum, dan lingkungan pendidikan perlu di rekonstruksi dan di transformasi, termasuk  sikap, keyakinan, tindakan, penilaian, serta gaya dan strategi mengajar.[12]  

 

2.8.  Pendidikan Multikultural di Era serba Digital

Salah satu fungsi di era digital yaitu maraknya sumber informasi kampus malalui jejaring sosial, kemudian membangun kreativitas dengan mendorong mahasiswa untuk mengikuti ajang kreativitas mahasiswa, membangun komunikasi yang baik melalui jejaring sosial diantara mahasiswa dan dosen, dan antara dosen dan karyawan, pembelajaran jarak jauh mengenai pesan-pesan multikultural, memaksimalkan jejaring sosial untuk kepentingan kampus, dan mendorong pertumbuhan usaha, kampus, serta sebuh media, karena digital sangat erat dengan hubungannya dengan media. [13]

 

 III.            Kesimpulan

            Dapat kami simpulkan malalui pendidikan multikultural ini, perserta didik dari berbagi kalangan untuk di  bimbing dan saling mengenal suku, ras, gender dan budaya, sehingga mereka dapat mengenal, memahami, dan menghargai budaya, agama, suku dan ras di luar budaya, agama, suku dan ras. dan sangat perlunya membangun komunikasi yang baik melalui jejaring sosial diantara mahasiswa dan dosen, dan antara dosen dan , pembelajaran jarak jauh melalui jejaring sosial. Dan lingkungan pendidikan perlu di rekonstruksi dan di transformasi, termasuk  sikap, keyakinan, tindakan, penilaian, serta gaya dan strategi mengajar.

  IV.            Daftar Pustaka

Ginting Meri Ulina br, dalam jurnal STT Abdi Sabda Medan, Pendidikan Multikultural, Medan: STT Abdi Sabda Medan, Vol. 31 Januari-Juni 2018

Hakim Suparlan Al & Untari Sri, Pendidikan Multikutural, Jatim: Madani Media, 2018

Idris Zahara, Dasar-dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987

KBBI...

Kurniawati Maryam, Pendidikan Kristiani Multikultural, Tanggerang: Bamboo Bridge Press, 2014

Lubis Ahmad Hafidz, Digitalisasi Kurikulim Multikultural dalam Jurnal dan Manajemen Islam Volume 7, nomor 1, Juli 2018

Pinotoan Denni H.R, Pendidikan Multikultural, dalam buku Misi Baru dalam Kemajemukan, Teologi Lintas Iman dan Lintas Budaya

Situmorang Jontor, dalam jurnal STTAbdi Sabda Medan , Pendidikan Multikultural, Medan: STT ABDI SABDA Medan, 2018

Sumber Lain:

https://www.domainesia.com/berita/era-digital-adalah/, diakses pada tanggal 10 Maret 2021, pukul 09:38  Wib

 



[1] Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), 7.

[2] Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, 12.

[3] KBBI...

[4]https://www.domainesia.com/berita/era-digital-adalah/, diakses pada tanggal 10 Maret 2021, pukul 09:38  Wib.

[5]Denni H.R. Pinotoan, Pendidikan Multikultural, dalam buku Misi Baru dalam Kemajemukan, Teologi Lintas Iman dan Lintas Budaya, 220-223.

[6] Maryam Kurniawati, Pendidikan Kristiani Multikultural, (Tanggerang: Bamboo Bridge Press, 2014), 100.

[7] Jontor Situmorang, dalam jurnal STTAbdi Sabda Medan , Pendidikan Multikultural, (Medan: STT ABDI SABDA Medan, 2018), 33-37.

[8] Jontor Situmorang, dalam jurnal STTAbdi Sabda Medan , Pendidikan Multikultural, 34-35.

[9]  Meri Ulina Br. Ginting dalam jurnal STT Abdi Sabda Medan, Pendidikan Multikultural, (Medan: STT Abdi Sabda Medan, Vol. 31 Januari-Juni 2018), 1-2.

[10] Suparlan Al Hakim & Sri Untari, Pendidikan Multikutural, (Jatim: Madani Media, 2018), 3-4.

[11] Maryam Kurniawati, Pendidikan Kristiani Multikultural, 102-103.

[12] Suparlan Al Hakim & Sri Untari, Pendidikan Multikutural, ()Jatim: Madani Media, 2018), 5-7.

[13] Ahmad Hafidz Lubis, Digitalisasi Kurikulim Multikultural dalam Jurnal dan Manajemen Islam Volume 7, nomor 1, Juli 2018.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya