wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah Minggu 6 Juli 2025 III Setelah Trinitatis

 

Nats: Galatia 6:11-18

Tema: Menjadi Ciptaan Baru


I. Pendahuluan

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan untuk mengikuti tren, kita sering kali tergoda untuk menilai diri berdasarkan penampilan luar atau prestasi. Namun, Rasul Paulus dalam Galatia 6:11-18 mengajak kita kembali kepada inti kehidupan Kristen: bukan soal aturan lahiriah, melainkan transformasi batiniah—menjadi ciptaan baru dalam Kristus.

II. Latar Belakang Teks

Surat Galatia ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Galatia yang sedang diganggu oleh ajaran sesat, khususnya dari golongan yang menuntut sunat sebagai syarat keselamatan. Paulus menegaskan bahwa keselamatan adalah karena anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan karena perbuatan hukum Taurat.

Dalam Galatia 6:11-18, Paulus memberikan penekanan terakhirnya: ia menulis dengan huruf besar untuk menunjukkan keseriusan pesannya (ay.11). Ia mengecam mereka yang hanya mau bermegah dalam hal lahiriah (sunat), tetapi menghindari salib Kristus karena malu atau takut dianiaya (ay.12-13).

Penjelasan Ayat-ayat Galatia 6:11-18

Ayat 11 – “Lihatlah, bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan tanganku sendiri.”

Ayat ini merupakan bentuk penekanan pribadi dari Rasul Paulus. Umumnya, Paulus menggunakan juru tulis (amanuensis) dalam menulis surat-suratnya, namun bagian akhir surat ini ditulis langsung oleh tangannya sendiri. Huruf yang besar menunjukkan kesungguhan dan ketegasan Paulus dalam menutup surat ini. Ini seolah berkata, "Perhatikan baik-baik! Ini sangat penting!"

Penekanan ini juga bisa menunjukkan beban emosional dan keprihatinan Paulus terhadap jemaat Galatia yang hampir tersesat oleh ajaran palsu.

Ayat 12 – “Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, mereka itulah yang memaksa kamu untuk disunat, hanya supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus.”

Paulus mengkritik orang-orang yang menekankan sunat sebagai syarat keselamatan. Mereka bukan bertujuan untuk kebenaran, melainkan untuk memuaskan ego religius dan menghindari penganiayaan. Sunat di sini dipakai sebagai simbol legalisme—menjadikan hukum sebagai sarana pembenaran.

Mereka ini lebih memilih mencari penerimaan sosial dan pengakuan dari komunitas Yahudi ketimbang setia pada Injil Kristus. Salib Kristus adalah simbol kehinaan bagi banyak orang Yahudi. Maka mereka menghindari salib dan lebih memilih “jalan aman” berupa sunat yang diterima secara budaya.

Ayat 13 – “Sebab mereka yang telah disunat sendiri pun tidak memelihara hukum Taurat, tetapi mereka menghendaki supaya kamu disunat, supaya mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah.”

Di sini Paulus menunjukkan kemunafikan para pengajar palsu itu. Mereka sendiri tidak hidup setia pada hukum Taurat secara keseluruhan, namun memaksa orang lain mengikuti sebagian hukum (sunat).

Ini mencerminkan betapa mereka hanya ingin mencari pengaruh, kekuasaan rohani, dan pujian manusia, bukan kebenaran Allah. Mereka “bermegah” bukan karena perubahan hati jemaat, tapi karena keberhasilan membuat orang tunduk pada legalisme.

Ayat 14 – “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus…”

Ayat ini menjadi inti dan puncak teologis dari seluruh surat Galatia. Paulus menyatakan bahwa satu-satunya hal yang patut dibanggakan bukanlah status agama, bukan prestasi rohani, bukan tradisi, melainkan salib Kristus.

Mengapa salib?

Karena di sanalah keselamatan terjadi. Salib bukan hanya alat eksekusi yang hina, tetapi menjadi tanda kemenangan kasih karunia Allah atas dosa dan hukum Taurat.

Bagi Paulus, salib telah menyalibkan dunia baginya—artinya, sistem nilai dunia (kemegahan, kehormatan, prestasi lahiriah) tidak lagi memikat atau mengikat dia. Demikian pula, ia sendiri telah disalibkan bagi dunia—ia tidak lagi hidup menurut ukuran dunia, melainkan hidup bagi Kristus.

Ayat 15 – “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.”

Ayat ini adalah pembalikan radikal terhadap nilai-nilai agama eksternal. Bagi Paulus, yang benar-benar penting bukanlah status simbolik atau ritual, tetapi realitas rohani baru yang terjadi dalam hidup seseorang karena Injil.

Menjadi "ciptaan baru" berarti:

  • ·         Hidup di bawah anugerah, bukan di bawah hukum.
  • ·         Hidup dalam kuasa Roh, bukan dalam kedagingan.
  • ·         Hidup sebagai manusia baru yang diubah oleh kasih dan kebenaran Allah.

Ini paralel dengan 2 Korintus 5:17:

“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”

Ayat 16 – “Dan semua orang, yang hidup menurut patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.”

“Patokan ini” merujuk pada prinsip hidup sebagai ciptaan baru yang berpusat pada salib Kristus, bukan hukum Taurat. Paulus memberkati mereka yang memegang prinsip ini dengan damai sejahtera dan rahmat, dua hal yang hanya berasal dari relasi sejati dengan Allah.

“Israel milik Allah” dalam ayat ini kemungkinan besar merujuk bukan kepada bangsa Israel secara etnis, tetapi umat Allah sejati, yaitu semua orang percaya yang telah menjadi ciptaan baru dalam Kristus (baik Yahudi maupun bukan Yahudi).

Ayat 17 – “Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.”

Paulus menegaskan bahwa ia tidak ingin lagi diperdebatkan soal legalisme atau sunat, karena ia sudah membayar harga yang mahal sebagai pengikut Kristus.

Tanda-tanda milik Yesus di tubuhnya merujuk pada bekas luka akibat penganiayaan yang ia alami demi Injil (lihat 2 Kor. 11:24-27).

Lawan dari "tanda sunat" yang dibanggakan pengajar sesat, Paulus menunjukkan tanda penderitaan karena kesetiaan pada Kristus. Ini menjadi bukti bahwa ia milik Yesus sejati.

Ayat 18 – “Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara-saudara! Amin.”

Seperti biasa, Paulus mengakhiri dengan berkat kasih karunia, sebagai pengingat bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil usaha atau ketaatan pada hukum.

Kata "roh kamu" menyiratkan bahwa yang penting adalah manusia batiniah yang diperbaharui oleh Roh Kudus, bukan ritual fisik lahiriah.

IV. Refleksi Teologis

Teologi dari bagian ini menekankan bahwa identitas orang percaya bukan terletak pada hukum lahiriah atau simbol keagamaan, tetapi pada transformasi spiritual oleh salib Kristus. Menjadi ciptaan baru berarti mengalami kelahiran kembali, hidup bukan lagi untuk diri sendiri, melainkan bagi Kristus (2 Kor. 5:17).

Salib menjadi pusat kehidupan iman Kristen—salib adalah simbol pengorbanan, kasih, dan anugerah Allah yang mentransformasi manusia berdosa menjadi anak-anak Allah yang baru.

V. Aplikasi dan Perenungan

Apakah kita masih mengandalkan simbol lahiriah atau tradisi agama sebagai ukuran iman kita? Mari periksa hati kita—apakah kita sungguh mengalami pembaruan hidup?

Sudahkah kita memikul salib dan meninggalkan cara hidup duniawi? Dunia menawarkan kenyamanan, popularitas, dan kesenangan, tetapi kita dipanggil untuk hidup bagi Kristus, meskipun itu berarti penderitaan.

Sebagai ciptaan baru, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih, kerendahan hati, dan buah Roh. Bukan hanya tampak saleh di luar, tetapi murni dan taat di dalam.

VI. Penutup

Menjadi ciptaan baru adalah anugerah dan sekaligus panggilan. Bukan hasil usaha kita, melainkan karena kasih Allah dalam Kristus. Marilah kita tidak bermegah dalam diri sendiri, tetapi hanya dalam salib Kristus yang telah menyelamatkan dan memperbaharui kita.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: