wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah Epistel 28 September 2025


Yeremia 22:13-19 dengan tema “Tuhan Peduli Kepada Kaum Lemah”

 

Pendahuluan

Yeremia 22:13-19 merupakan bagian penting dari nubuat Yeremia yang ditujukan kepada raja Yehuda, khususnya Yoyakim bin Yosia, yang dikenal karena kebijakan politik dan ekonominya yang menindas rakyat kecil. Dalam teks ini, Yeremia mengkritik keras kesewenang-wenangan raja yang membangun istananya dengan ketidakadilan dan menindas pekerja dengan tidak membayar upah mereka. Konteks ini memperlihatkan teguran Allah terhadap praktik korupsi kekuasaan yang mengabaikan keadilan sosial. Pesan ini lahir dari pergumulan nyata bangsa Yehuda yang hidup di tengah tekanan politik internasional, khususnya ancaman dari Babel. Maka dari itu, teks ini memperlihatkan bahwa Allah peduli pada keadilan sosial dan kesejahteraan kaum lemah.

Konteks budaya Israel kuno sangat kental dengan pandangan bahwa raja adalah wakil Allah di bumi yang seharusnya memerintah dengan keadilan dan melindungi yang tertindas. Namun, pada masa Yeremia, nilai budaya itu telah terdistorsi oleh ambisi kekuasaan dan kepentingan pribadi sang raja. Bangunan megah menjadi simbol kebanggaan raja, tetapi dibangun di atas penderitaan rakyat kecil yang diperas tenaganya. Yeremia menegaskan bahwa budaya ketidakadilan ini bertentangan dengan perjanjian Allah yang menuntut umat-Nya berlaku adil. Untuk itu, Yeremia menyoroti perbedaan mencolok antara gaya kepemimpinan Yosia yang benar dengan Yoyakim yang sewenang-wenang.

Selain itu, konteks politik juga memperlihatkan situasi genting Yehuda yang sedang berada dalam tekanan besar akibat kebangkitan Babel sebagai kekuatan dunia. Yoyakim mencoba menjaga stabilitas kerajaannya dengan membangun legitimasi politik melalui simbol kemegahan istana, tetapi ia mengabaikan tanggung jawab moral dan keadilan sosial. Hal ini justru membuat bangsa semakin terpuruk dan kehilangan perlindungan Allah. Yeremia hadir untuk mengingatkan bahwa politik tanpa keadilan akan mendatangkan murka Tuhan. Dengan demikian, pesan Yeremia menegaskan bahwa Allah tidak diam terhadap penindasan dan selalu berpihak kepada kaum lemah.


Penjelasan Teks

Yeremia 22:13 membuka dengan kecaman “Celakalah orang yang mendirikan istananya dengan ketidakadilan dan kamar-kamarnya dengan kecurangan.” Istilah “celakalah” di sini mengandung makna kutukan profetis yang menandakan penolakan Allah terhadap tindakan raja yang menindas. Praktik pembangunan tanpa membayar upah adalah bentuk eksploitasi yang sangat dilarang dalam hukum Taurat (Imamat 19:13; Ulangan 24:14-15). Kritik Yeremia ini memperlihatkan bahwa Allah memandang serius hak-hak para pekerja dan kaum lemah. Dengan demikian, ayat ini menunjukkan betapa pedulinya Allah terhadap keadilan sosial yang sering diabaikan oleh penguasa.

Ayat 14 melanjutkan dengan gambaran raja yang berkata, “Aku akan membangun sebuah istana yang besar bagiku dan kamar-kamar yang lapang.” Gambaran ini menekankan kesombongan dan ambisi materialistik Yoyakim yang lebih mementingkan kemewahan pribadi ketimbang kesejahteraan rakyatnya. Pilihan kayu aras dan hiasan merah menunjukkan simbol status sosial yang tinggi di dunia kuno, namun dibangun dengan penindasan terhadap rakyat kecil. Yeremia sedang mengkritik budaya konsumerisme dan simbol kekuasaan yang kosong secara spiritual. Untuk itu, pesan teks ini mengingatkan bahwa kemegahan tanpa keadilan hanyalah kesia-siaan.

Ayat 15 membandingkan Yoyakim dengan ayahnya Yosia, raja yang adil dan benar. Yosia dikenal sebagai raja reformis yang menegakkan hukum Allah, memperhatikan orang miskin, dan menjalankan pemerintahan dengan takut akan Tuhan. Kontras antara Yosia dan Yoyakim memperlihatkan dua model kepemimpinan: satu berpusat pada keadilan, dan yang lain berpusat pada diri sendiri. Yeremia menegaskan bahwa Allah berkenan pada pemimpin yang hidup dalam kebenaran, bukan pada yang membangun simbol kosong. Maka dari itu, ayat ini menekankan bahwa kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang peduli pada kaum lemah.

Ayat 16 menegaskan inti pesan Allah: “Ia melakukan keadilan dan kebenaran… maka keadaan baik.” Di sini Yeremia menekankan prinsip teologis bahwa kesejahteraan bangsa ditentukan oleh praktik keadilan dan kebenaran, bukan oleh kekuatan militer atau kemewahan politik. Keadilan sosial yang meliputi perlindungan terhadap orang miskin, yatim, dan janda merupakan tanda nyata dari ibadah yang sejati. Allah mengidentifikasi diri-Nya dengan kaum tertindas, sehingga kepedulian kepada mereka menjadi ukuran iman sejati. Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa kesejahteraan bangsa tidak terletak pada kekuasaan, melainkan pada kepedulian sosial.

Ayat 17 mengecam keras keserakahan Yoyakim: “Tetapi matamu dan hatimu hanya tertuju kepada laba haram.” Ungkapan ini menyingkapkan akar dosa penguasa yang berfokus pada keuntungan pribadi dengan cara kekerasan dan penindasan. Yoyakim menukar mandat raja sebagai pelindung rakyat dengan eksploitasi ekonomi yang memperkaya dirinya. Konsep ini menunjukkan perbedaan antara cinta akan diri sendiri dengan cinta akan Allah dan sesama. Maka dari itu, Yeremia menegaskan bahwa kerakusan adalah bentuk penyembahan berhala yang merusak kehidupan sosial dan spiritual.

Ayat 18-19 menggambarkan hukuman Allah atas Yoyakim: ia tidak akan ditangisi seperti raja pada umumnya, dan ia akan dikuburkan seperti seekor keledai, dilemparkan keluar dari pintu gerbang Yerusalem. Hukuman ini adalah simbol kehinaan total, karena dalam budaya Israel, pemakaman yang layak adalah bentuk penghormatan terakhir. Yoyakim, yang membangun istana megah untuk dirinya, justru berakhir dalam kehinaan tanpa penghormatan. Hal ini menunjukkan bahwa Allah meruntuhkan kesombongan manusia yang menindas sesamanya. Dengan demikian, hukuman Yoyakim menjadi peringatan bahwa kekuasaan tanpa keadilan berakhir dengan kebinasaan.

Secara historis-teologis, teks ini juga memperlihatkan bahwa Allah menilai pemimpin berdasarkan sikapnya terhadap kaum lemah. Dalam tradisi para nabi, tema keadilan sosial selalu menjadi inti nubuat (Yesaya 1:17; Amos 5:24; Mikha 6:8). Yeremia berdiri dalam garis kenabian yang menolak eksploitasi dan menegakkan keadilan sebagai tanda umat yang setia kepada Allah. Yoyakim menjadi contoh negatif, sementara Yosia menjadi teladan positif yang menegaskan pentingnya keadilan sosial. Untuk itu, Yeremia mengingatkan bahwa setiap kepemimpinan diuji melalui kepedulian kepada kaum miskin dan tertindas.

Konteks penulis dan pembaca juga perlu diperhatikan. Yeremia menulis pada masa yang penuh ketidakpastian, di mana rakyat Yehuda hidup dalam ketakutan akan invasi Babel. Pembaca pertama dari teks ini adalah rakyat yang mengalami langsung ketidakadilan penguasa, sehingga nubuat Yeremia memberikan suara bagi mereka yang tak bersuara. Pesan ini memberikan harapan bahwa Allah tidak buta terhadap penderitaan mereka. Dengan demikian, nubuat ini menjadi solidaritas ilahi bagi orang kecil di tengah krisis politik.

Pesan ini juga menjadi cermin bagi kehidupan beragama yang sejati. Yeremia memperlihatkan bahwa ibadah tanpa keadilan sosial adalah ibadah yang hampa. Allah tidak terkesan dengan istana megah, ritual indah, atau simbol keagamaan bila rakyat menderita karena penindasan. Dengan itu, teks ini memperingatkan bahwa setiap bentuk spiritualitas yang memisahkan diri dari kepedulian sosial tidaklah berkenan di hadapan Tuhan.

Dalam berbagai tafsiran historis, Yeremia 22 sering dipahami sebagai teks yang mendasari teologi profetis tentang keadilan sosial. Para teolog modern seperti Walter Brueggemann menekankan bahwa teks ini merupakan perlawanan terhadap “imperial consciousness,” yaitu kesadaran palsu yang dibangun oleh kekuasaan politik. Tafsiran ini relevan bagi gereja masa kini untuk melawan ketidakadilan struktural. Maka dari itu, teks ini menegaskan bahwa iman sejati selalu berhubungan erat dengan perjuangan sosial.


Refleksi Teologis Masa Kini

Bagi pembaca masa kini, Yeremia 22:13-19 menjadi peringatan keras agar tidak mengulangi kesalahan Yoyakim yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam kehidupan berbangsa, teks ini relevan untuk menegur praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan ekonomi yang masih merajalela. Allah yang sama yang menolak istana Yoyakim juga menolak segala bentuk pembangunan yang mengorbankan kaum miskin. Dengan demikian, teks ini mengajak kita untuk memperjuangkan keadilan sosial sebagai wujud nyata iman Kristen.

Gereja dipanggil untuk menghadirkan suara profetis di tengah dunia yang masih sarat dengan ketimpangan. Suara gereja harus berpihak kepada kaum lemah, seperti pekerja yang tidak mendapat upah layak, anak-anak yang tidak mendapat pendidikan, atau masyarakat kecil yang tertindas oleh sistem yang tidak adil. Allah yang peduli kepada kaum lemah melalui nabi Yeremia adalah Allah yang sama yang memanggil umat-Nya untuk menjadi garam dan terang. Untuk itu, pesan Yeremia mengingatkan bahwa iman yang sejati selalu diwujudkan dalam kepedulian nyata kepada sesama yang lemah.

OlderNewest

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: