wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah Minggu 28 Desember 2025


 Khotbah : Mazmur 105:1–6

Tema: “Memperkenalkan Perbuatan Tuhan”


Pendahuluan / Pengantar

Mazmur 105 merupakan salah satu mazmur sejarah yang menekankan karya penyelamatan Allah bagi umat-Nya sepanjang sejarah Israel. Mazmur ini mengajak umat untuk mengingat dan memuji Allah atas perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukan-Nya sejak masa para leluhur. Dalam konteks liturgi Israel kuno, mazmur ini kemungkinan digunakan dalam perayaan keagamaan untuk memperbaharui iman dan pengakuan terhadap karya Allah yang berdaulat dalam sejarah bangsa mereka. Penulis mazmur ini tidak hanya ingin mengingat masa lalu, tetapi juga membangun kesadaran kolektif akan identitas mereka sebagai umat pilihan Allah. Dengan demikian, tema sentral mazmur ini adalah mengingat, memuji, dan memperkenalkan perbuatan Tuhan kepada generasi yang baru sebagai bentuk iman yang hidup dan bertanggung jawab, maka dari itu pengantar ini menuntun kita untuk melihat bagaimana ingatan akan karya Allah membentuk pengenalan iman umat.

Secara historis, Mazmur 105 memiliki kedekatan dengan 1 Tawarikh 16:8–22, yang menunjukkan bahwa mazmur ini digunakan dalam konteks liturgis ketika Daud memindahkan tabut perjanjian ke Yerusalem. Penggunaan mazmur ini menunjukkan hubungan yang erat antara penyembahan dan pengenalan akan karya penyelamatan Allah dalam sejarah Israel. Dalam konteks itu, mazmur ini menegaskan bahwa pujian bukan hanya ekspresi emosional, melainkan tindakan teologis yang mengingat dan memperkenalkan karya Allah kepada umat. Peran imam dan pemimpin rohani dalam menyanyikan mazmur ini menunjukkan adanya struktur sosial dan politik yang mendukung kehidupan religius bangsa Israel. Dengan demikian, penyembahan menjadi sarana teologis untuk menegaskan kembali hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, untuk itu mazmur ini menjadi manifestasi iman yang bersumber dari sejarah penyelamatan Allah.

Secara teologis, Mazmur 105:1–6 membuka pengenalan akan Allah melalui tindakan konkret-Nya dalam sejarah umat. Penulis memulai dengan seruan liturgis untuk bersyukur, berseru, dan memperkenalkan perbuatan-perbuatan Tuhan kepada segala bangsa. Seruan ini bukan hanya himbauan personal, melainkan panggilan kolektif agar umat Israel menjadi saksi akan karya keselamatan Allah yang universal. Dalam struktur awalnya, mazmur ini menekankan pentingnya mengingat karya Tuhan sebagai dasar penyembahan sejati dan identitas umat Allah. Dengan demikian, bagian pendahuluan ini menyiapkan pembaca untuk memahami bahwa mengenal Allah berarti mengingat, menceritakan, dan menghidupi perbuatan-Nya di tengah dunia, dengan demikian pengantar ini menegaskan bahwa teologi Mazmur 105 berpusat pada pewartaan karya Allah melalui sejarah keselamatan.

Penjelasan Teks

Ayat pertama Mazmur 105 berbunyi, “Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!” Seruan ini menunjukkan bahwa iman kepada Allah tidak hanya bersifat pribadi tetapi juga bersifat misioner dan komunal. Dalam konteks budaya Israel kuno, penyebutan nama Tuhan menandakan pengakuan akan kehadiran dan kuasa-Nya yang aktif di tengah kehidupan umat. Umat dipanggil untuk memperkenalkan karya Allah agar bangsa-bangsa mengenal kedaulatan-Nya atas sejarah dan alam semesta. Seruan ini memiliki dimensi teologis yang kuat karena menegaskan bahwa pengenalan akan Allah harus diterjemahkan dalam kesaksian yang terbuka kepada dunia. Maka dari itu, ayat ini menjadi dasar panggilan umat Allah untuk menjadi pewarta karya keselamatan Tuhan di tengah bangsa-bangsa.

Ayat kedua menyatakan, “Bernyanyilah bagi-Nya, bermadahlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!” Tindakan bernyanyi dan bermadah memiliki makna liturgis yang mendalam dalam tradisi Israel, karena musik merupakan sarana penyembahan dan pengajaran iman. Melalui nyanyian, umat tidak hanya memuji tetapi juga mentransmisikan memori kolektif mengenai karya Tuhan. Karya Allah dipahami bukan sekadar peristiwa masa lalu, melainkan pengalaman iman yang terus dihidupkan dalam perayaan ibadah. Dalam konteks ini, nyanyian menjadi medium teologis untuk memperkenalkan dan menginternalisasi karya Allah dalam kehidupan umat. Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa memuji Tuhan adalah tindakan teologis untuk menghidupkan kembali ingatan akan perbuatan-Nya yang ajaib.

Ayat ketiga menegaskan, “Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus; biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN.” Pusat dari ayat ini adalah konsep “nama-Nya yang kudus” yang menandakan kehadiran Allah yang transenden dan imanen. Dalam konteks religius bangsa Israel, nama Allah bukan sekadar identitas, melainkan lambang kehadiran dan kuasa-Nya yang menyertai umat. Panggilan untuk bermegah dalam nama Tuhan berarti menjadikan kehadiran Allah sebagai sumber kebahagiaan dan identitas sejati. Di tengah situasi politik dan sosial yang tidak stabil, seperti penindasan atau pembuangan, pemazmur meneguhkan bahwa sukacita sejati hanya ditemukan dalam relasi dengan Tuhan. Untuk itu, ayat ini menegaskan bahwa pengenalan akan Tuhan melahirkan kebahagiaan rohani yang mendalam dalam hati umat yang mencari-Nya.

Ayat keempat melanjutkan dengan ajakan, “Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah selalu wajah-Nya.” Ungkapan “mencari wajah-Nya” merupakan ekspresi Ibrani yang menunjuk pada kerinduan akan persekutuan yang intim dengan Allah. Dalam konteks sejarah Israel, pencarian wajah Tuhan berkaitan dengan kesetiaan pada perjanjian dan ketaatan terhadap hukum-hukum Allah. Mazmur ini mengingatkan umat bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada kekuasaan politik atau militer, melainkan pada hubungan yang terus-menerus dengan Allah. Seruan ini juga berfungsi sebagai peringatan agar umat tidak melupakan sumber kehidupan dan pertolongan mereka. Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa pencarian terus-menerus terhadap Allah adalah tanda dari iman yang hidup dan relasi yang berkelanjutan dengan Sang Pencipta.

Ayat kelima menekankan pentingnya ingatan dengan berkata, “Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya.” Dalam tradisi teologis Israel, mengingat adalah tindakan iman yang aktif, bukan sekadar memori pasif. Mengingat berarti membawa kembali karya Allah ke dalam kesadaran masa kini dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata. Dalam konteks budaya Timur Dekat kuno, bangsa-bangsa sering menulis sejarah untuk memuliakan raja-raja mereka, tetapi pemazmur menulis sejarah untuk memuliakan Allah sebagai Raja segala raja. Maka dari itu, ayat ini menegaskan bahwa iman yang sejati berakar pada ingatan kolektif akan karya penyelamatan Allah yang nyata dalam sejarah.

Ayat keenam, yang merupakan puncak dari bagian pembuka mazmur ini, menyebut, “Hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!” Ayat ini menegaskan identitas umat Allah yang terikat oleh janji perjanjian yang diberikan kepada para leluhur mereka. Seruan ini bukan hanya mengingatkan status istimewa sebagai bangsa pilihan, tetapi juga tanggung jawab moral untuk menjadi saksi bagi dunia. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini memperkuat kesadaran kolektif bangsa Israel di tengah diaspora dan tekanan politik asing bahwa mereka tetap umat yang dipanggil oleh Allah untuk memperkenalkan nama-Nya. Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa panggilan memperkenalkan perbuatan Tuhan berakar pada identitas umat sebagai pewaris janji perjanjian Allah.

Dalam keseluruhan struktur Mazmur 105:1–6, kita melihat adanya kesinambungan antara pujian, ingatan, dan kesaksian. Ketiganya membentuk siklus teologis yang saling memperkuat: umat memuji karena mengingat, dan mengingat untuk bersaksi. Dalam konteks liturgi Israel, hal ini menunjukkan bahwa penyembahan bukanlah aktivitas pasif, melainkan bentuk pengajaran iman yang berakar pada pengalaman sejarah umat. Ketika mazmur ini dinyanyikan dalam ibadah, umat bukan hanya mendengar firman, tetapi juga menghidupkan kembali pengalaman penyelamatan dalam sejarah mereka. Untuk itu, bagian ini memperlihatkan bahwa ibadah sejati selalu berorientasi pada pewartaan karya Allah kepada dunia.

Secara historis, mazmur ini ditulis dalam konteks pasca-pembuangan, ketika umat Israel sedang berusaha meneguhkan kembali identitas keagamaannya. Dalam situasi politik yang dipengaruhi kekuasaan bangsa-bangsa besar seperti Babel dan Persia, mazmur ini menjadi sarana untuk mengingatkan bahwa Allah tetap setia pada janji-Nya. Mazmur ini meneguhkan iman umat bahwa meskipun mereka tidak lagi berdaulat secara politik, mereka tetap memiliki panggilan rohani yang mulia. Maka dari itu, secara politis dan teologis, mazmur ini menghidupkan kembali kesadaran akan kedaulatan Allah di tengah dunia yang tampak dikuasai oleh kekuatan asing.

Secara budaya, bangsa Israel dikenal sebagai masyarakat yang sangat mengutamakan tradisi lisan dan ingatan kolektif. Dalam konteks ini, Mazmur 105 berfungsi sebagai narasi identitas yang menjaga kesinambungan iman antar generasi. Anak-anak diajar untuk mengenal Allah melalui nyanyian, mazmur, dan kisah sejarah yang diwariskan. Dengan demikian, mazmur ini menjadi jembatan antara sejarah dan iman, antara memori dan pengenalan, antara masa lalu dan masa kini. Untuk itu, dari segi budaya, memperkenalkan perbuatan Tuhan berarti menjaga memori ilahi tetap hidup di tengah perubahan zaman.

Secara teologis, Mazmur 105 menegaskan bahwa Allah adalah subjek utama sejarah. Setiap tindakan penyelamatan, pembebasan, dan pemeliharaan dalam sejarah Israel bukan hasil kemampuan manusia, melainkan karya kasih karunia Allah. Kesadaran ini menjadi dasar bagi iman umat bahwa kehidupan mereka tidak ditentukan oleh kekuatan politik, tetapi oleh kesetiaan Allah pada perjanjian-Nya. Dengan demikian, teologi mazmur ini mengajarkan bahwa memperkenalkan perbuatan Tuhan berarti mengakui bahwa seluruh sejarah umat manusia adalah medan karya penyelamatan Allah yang terus berlangsung

Refleksi / Implikasi Teologis bagi Jemaat Masa Kini

Bagi umat Kristen masa kini, Mazmur 105:1–6 mengingatkan bahwa memperkenalkan perbuatan Tuhan bukanlah tugas para nabi atau penginjil saja, melainkan panggilan seluruh orang percaya. Dalam dunia modern yang dipenuhi informasi dan perubahan cepat, umat Tuhan dipanggil untuk menjadi saksi yang hidup tentang kasih dan kuasa Allah melalui tindakan nyata. Mengingat perbuatan Tuhan berarti menghidupi iman dengan rasa syukur, kesetiaan, dan kesaksian yang konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Gereja menjadi ruang untuk memperbaharui memori kolektif tentang kasih Allah yang menyelamatkan dan meneguhkan. Maka dari itu, mazmur ini menantang umat masa kini untuk tidak melupakan karya Allah dan terus memperkenalkannya melalui kehidupan yang memuliakan nama-Nya.

Akhirnya, Mazmur 105:1–6 menegaskan bahwa mengenal Tuhan berarti menceritakan karya-Nya. Dalam setiap ibadah, kesaksian, dan pelayanan, umat dipanggil untuk menghadirkan Allah melalui tindakan kasih dan kesetiaan. Seperti Israel yang dipanggil untuk mengingat sejarah keselamatannya, demikian pula umat Kristiani diajak untuk mengingat karya penebusan Kristus yang menjadi puncak dari semua perbuatan Allah. Dengan demikian, memperkenalkan perbuatan Tuhan bukan hanya tugas pewartaan, tetapi ekspresi iman yang hidup dari umat yang telah mengalami kasih karunia-Nya, dengan demikian refleksi ini menutup mazmur dengan ajakan agar setiap orang percaya menjadi saksi hidup yang memperkenalkan kasih Allah kepada dunia.

OlderNewest

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: