wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah Minggu 29 Oktober 2023


 Evangelum : 1 Tesalonika 2: 1-8


“Keberanian Memimpin Karena Pertolongan Allah”


I. Pendahuluan 

Dari pribadi Rasul Paulus kita dapat menggali banyak sekali nilai-nilai keteladanan hidup sebagai pekabar Injil, dari kisah hidupnya kita banyak menimba semangat dan keteguhan dalam menghidupi panggilan sebagai seorang hamba yang setia. Kesungguhan dan komitmennya kepada Injil Kristus memberinya daya tahan dalam penderitaan, memberinya keberanian untuk mengabarkan Injil Kristus dalam keadaan yang sulit sekalipun. Pada perikop 1 Tesalonika 2: 1-8 ini kita akan melihat bagaimana Paulus menjelaskan sumber kekuatan dan kebaranian itu. Surat 1 Tesalonika ditulis oleh Paulus (1 Tesalonika 1:1). Paulus menulis surat-surat ini kepada jemaat Tesalonika dari Korintus selama perjalanan misionarisnya yang kedua sekitar 50–51 M. Tesalonika adalah kota ramai dan makmur di kerajaan Yunani kuno Makedonia karena dua fitur penting: kota tersebut dibangun di pelabuhan alami yang terbaik di Laut Aegean, dan itu terletak di jalan raya utama yang menghubungkan Roma dengan Asia. Semangat memberitakan Injil yang dimiliki Paulus sangat berkobar-kobar bersama dengan rekan-rekannya: Silas,Timotius, dan Lukas melakukan perjalanan melintasi Laut Aegean menuju Makedonia (Kis 16:6–12). Dari sisni Paulus merintis pekabaran Injil sampai ke Eropa. 

Setelah berkhotbah di Filipi (Kis. 16:12–40), Paulus dan Silas melakukan perjalanan ke Tesalonika. Di Tesalonika Paulus dan Silas menghadapi pencobaan yang berat, mereka diusir dari kota oleh para pemimpin Yahudi (Kis. 17:1–9). Kemudian, Timotius melaporkan kepada Paulus bahwa para orang Kristen di Tesalonika tetap setia terlepas dari penganiayaan yang mereka hadapi. Pelayanan dan penginjilan yang dilakukan Paulus tidak pernah surut meski menghadapi beragam tantangan dan kesulitan. Semangatnya tetap berkobar dan penuh keberanian menyaksikan Injil Krtistus. Mengapa ia begitu berani dan bersemangat? Perikop khotbah minggu ini dari 1 Tesalonika 2: 1-8 akan menjelaskan rahasia keberanian dan semangat yang dimiliki Paulus dan rekan-rekannya. 



II. Penjelasan Nas

Berani Karena mengandalkan Pertolongan Allah (ayat 1-2)

Perkataan Paulus dalam ayat 1-2 ini bukanlah sebagai pembelaan diri, tetapi untuk menegaskan bahwa usaha dan perjuangan Paulus dan kawan-kawan adalah semata-mata berasal dari Tuhan. Tuhanlah yang memilih dan memanggil mereka sebagai pemberita Injil bukan karena usaha dari manusia. Hanya karena kasih karunia sajalah mereka dapat memberitakan kabar baik sampai ke Tesalonika. Segala yang mereka alami sewaktu mereka di Filipi yaitu penganiayaan dan hinaan dari orang-orang yang menentang Injil, mereka anggap sebagai suatu penghormatan atas pemilihan Tuhan atas mereka, karena itulah mereka percaya, jika Tuhan yang telah memilih dan memanggil mereka, maka Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka bahkan Tuhan akan memberikan pertolongan tepat pada waktunya. Paulus dan kawannya telah mengabarkan Injil dengan kuasa Roh Kudus, lalu Roh Kudus menempelak dosa-dosa orang di Tesalonika. Dengan kuasa Roh Kudus mereka dilahirkan kembali dan diberi keyakinan akan keselamatan mereka. Injil dikabarkan dengan penuh keberanian dan dengan penuh kuasa Roh Kudus sehingga menyebabkan hati para pendengar bertobat. Karena pertolongan Roh kudus pelayanan rasul Paulus berhasil dan berdampak, kedatangannya menjadi tidak sia-sia. Banyak orang menjadi percaya dan diselamatkan.  

Perkataan Paulus di ayat 2 merujuk pada apa yang dialaminya di daerah Filipi (Kisah 16: 22-24) Sebelum pergi menuju ke Tesalonika Paulus harus mengalami banyak penderitaan. Di Filipi banyak orang bangkit menentang mereka. Lalu pembesar-pembesar kota itu menyuruh mengoyakkan pakaian dari tubuh mereka dan mendera mereka. Setelah mereka berkali-kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat. Walaupun ditentang, didera, dipenjara dan dibelenggu, paulus tidak putus asa, mengeluh ataupun berhenti melayani Tuhan. Justru sebaliknya ia makin giat dan rohnya tetap berkobar-kobar bagi Tuhan. "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." ( 2 Timotius 2:9). Sama halnya di tempat lain, Paulus juga tidak lepas dari ancaman di Tesalonika. Tetapi Tuhan memberi keberanian kepada Paulus untuk tetap mewartakan Injil. Keberanian Paulus bukan didasarkan pada dirinya sendiri tetapi oleh pertolongan Allah, kebaranian yang berasal dari Allah. Mengimani sepenuhnya pertolongan dari Allah akan meberi keberanian dan keteguhan.


Memiliki motivasi yang benar (ayat 3)

Dalam pelayanannya, Paulus mengatakan bahwa pemberitaan Injil yang dilakukannya tidak lahir dari kesesatan, maksud yang tidak murni apalagi dari tipu daya. Dalam ayat 3 dikatakan, ”Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.” Kata “nasihat” (Yun: paraklesis) yang turunannya adalah “parakaleo” diartikan sebagai: panggilan yang datang; mengajak; mengundang, berseru; menasihati; menolong; menghibur; dan memberi dorongan. Paulus meyakinkan jemaat Tesalonika bahwa pengajarannya atau nasehatnya Tidak lahir dari kesesatan. Kemudian Paulus menambahkan bahwa nasehatnya tidak lahir dari maksud yang tidak murni. Kata “tidak murni” (Yun: akatharsias dari kata akatharsia ), arti kata ini menunjuk kepada ketidakmurnian secara moral, artinya Paulus mengingatkan jemaat di Tesalonika bahwa nasihatnya bukan dari maksud yang tidak bermoral. Lalu Paulus juga menegaskan bahwa nasehatnya Tidak disertai tipu daya. Kata “tipu daya” (Yun: dolo dari kata dolos) artinya: dengan tipu muslihat, kelicikan, dengan tipu daya, dan yang menipu. Paulus menasihati jemaat Tesalonika dengan motivasi yang benar, karena dia menasihati tidak lahir dari kesesatan, tidak dari maksud yang tidak murni dan tidak disertai dengan tipu muslihat. Pernyataannya dipertegas dalam ayat 4 dengan mengatakan, “ karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.”


Memiliki tujuan untuk menyenangkan Allah (ayat 4-6)

Rasul Paulus melayani dengan hati yang tulus. Ia tidak memiliki maksud tersembunyi (mencari keuntungan bagi diri sendiri) dan ia tidak mencari pujian bagi dirinya. Dalam pelayanannya Paulus mempunyai tujuan yang benar. Dengan merinci beberapa tujuan itu paulus menjelaskan tujuannya melayani adalah Untuk menyenangkan Allah. “Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita” (ayat 4). Paulus dan rekan-rekannya melihat bahwa pelayanan pekabaran Injil adalah suatu pekerjaan yang dipercayakan oleh Allah sendiri, karena itu ia melayani dan berbicara tidak seperti menyenangkan manusia-manusia sebaliknya Allah yang menguji hati manusia, yang mempercayakan pelayanan itu. Para pelayan sering tergoda untuk menyenangkan hati manusia dengan tidak mengatakan dan melakukan apa yang benar melainkan mengatakan apa yang sedap didengar telinga saja. Paulus tidaklah demikian, dalam setiap pelayanannya ia bertujuan untuk menyenangkan Allah. Pelayanan utamanya bukan untuk menyenangkan hati manusia. Hati manusia memiliki begitu banyak keinginan dan maksud yang bertentangan dengan Allah. Bagaimana mungkin ketika kita berusaha menyenangkan hati manusia juga akan menyenangkan hati Allah? Dengan demikian, sekalipun melayani sesama adalah juga melayani Allah, tetapi menyenangkan hati sesama belum tentu juga menyenangkan hati Allah.

Perkataan Paulus pada ayat 4 “Allah telah menganggap kami layak” hendak menjelaskan bahwa kerasulannya bukan karena dorongan dirinya sendiri melainkan karena Allah yang menguji dan mempercayakan Injil itu kepadanya. Paulus bahkan tidak membayangkan bahwa dia akan menjadi orang percaya. Cita-citanya waktu itu adalah memberangus orang Kristen. Dan maksud yang keluar darinya itu akhirnya dicampakkan karena Allah telah ‘memberangusnya’. Keinginan dan cita-cita pribadi digantikan dengan keinginan dan kehendak Allah. Allah menganggap bahwa Paulus telah teruji, sehingga dipercayakan akan Kabar Baik. Karena itu, Paulus berbicara bukan untuk menyenangkan manusia melainkan untuk menyenangkan Allah. 

Dalam rangka untuk menyenangkan hati Allah, maka Paulus dalam pelayanannya melakukan tiga hal: Pertama, Tidak pernah bermulut manis. Ia tidak menggunakan kata-kata yang bernada bujuk rayu, menggunakan perkataan yang menyanjung atau menjilat untuk tujuan mengambil hati. Paulus tidak pernah melakukan hal ini dalam pelayanannya di Tesalonika, karena itu pelayanannya menjadi berkat. Kedua, Tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi. Frase “Tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi” diterjemahkan “tidak dengan alasan keserakahan”. Paulus melayani tidak dengan tujuan untuk mencari keuntungan atau keserakahan, melainkan dia melayani hanya untuk menyenangkan Allah saja, akibatnya pelayanannya menjadi berkat. Ketiga, Tidak mencari pujian dari manusia. Dalam ayat 6 berkata “juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.” Paulus sama sekali tidak mencari kemuliaan atau kehormatan untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, Paulus tidak mencari kehormatan dari manusia melainkan dari Allah saja.


Melayani dengan ramah dan dengan penuh Kasih (ayat 7-8)

Dalam ayat 7-8, Paulus menjelaskan dua cara yang benar dalam melayani jemaat yaitu: Pertama, Dengan ramah. “Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Seorang ibu dengan kasih sayang yang besar akan merelakan hidupnya bagi anak-anaknya. Dipenuhi dengan penuh perasaan, Paulus membandingkan perasaannya dengan perasaan seorang ibu pengasuh yang merawat anak-anak dengan lemah lembut, dia menyusui mereka seperti anak-anaknya sendiri. Demikian juga yang kelihatan dalam apa yang Allah lakukan melalui Yesus Kristus Tuhan kita. Paulus menjadi seperti ibu yang merawat anak-anaknya dan inilah cara yang benar dalam melayani jemaat yang dipercayakan Tuhan. Kedua, Dengan kasih. Dalam ayat 8 berkata “Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.” Kasih membuat ia melayani bukan hanya dengan kata-kata saja, melainkan melalui seluruh hidupnya. Paulus melayani dengan kasih sayang yang besar akan jemaat yang dipercayakan Tuhan kepadanya, sehingga pelayanannya menjadi berkat.


III. Penutup 

Kadangkala dalam pelayanan kita terobsesi menjadi disenangi dan menyenangkan banyak orang, kita lupa bahwa tujuan utama dari semua panggilan pelayanan kita adalah untuk menyenangkan Allah. Dalam perikop khotbah ini Rasul Paulus mengingatkan bahwa motivasi pelayanan adalah untuk menyukakan hati Allah, bukan untuk menyukakan manusia. Untuk menyukakan hati Allah, Rasul Paulus berjuang memberitakan Injil dengan berani dan setia walaupun ia harus menghadapi orang-orang yang menentang pemberitaan Injil (2:16). Semangatnya tidak kendor walaupun ia berkali-kali harus masuk penjara. Didorong oleh hati yang tulus, Paulus dalam melayani tidak memiliki maksud tersembunyi (mencari keuntungan bagi diri sendiri) dan ia tidak mencari pujian. Sebaliknya Ia melayani jemaat dengan penuh keramahan dan kasih seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat bayinya. Kasih membuat kita melayani bukan hanya dengan kata-kata saja, melainkan melalui seluruh hidup kita.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: