wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Khotbah Natal I 25 Desember 2025

 


Tema: “Kelahiran Yesus”
Teks: Lukas 2:1–7

Pendahuluan

Kelahiran Yesus Kristus sebagaimana dicatat dalam Lukas 2:1–7 merupakan peristiwa sentral dalam sejarah keselamatan yang menandai perwujudan janji Allah kepada umat manusia. Narasi ini bukan sekadar kisah kelahiran seorang tokoh religius, melainkan manifestasi inkarnasi Allah yang memasuki sejarah dunia secara nyata. Lukas menuliskan kisah ini bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam konteks sosial, politik, dan budaya yang sangat kompleks. Di balik kesederhanaan palungan, tersembunyi makna teologis yang mendalam tentang Allah yang memilih jalan kerendahan untuk menyatakan kasih-Nya. Dengan demikian, teks ini menjadi fondasi bagi pemahaman iman Kristen tentang penyertaan Allah yang konkret dalam sejarah manusia, maka dari itu perikop ini mengajarkan bahwa Allah bekerja melalui sejarah untuk menghadirkan keselamatan.

Pada masa itu, dunia berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi yang berpusat di Roma, dan Kaisar Agustus (Octavianus) dikenal sebagai penguasa yang membawa “Pax Romana,” yakni masa damai yang panjang. Namun, di balik kedamaian itu tersimpan ketidakadilan, penindasan, dan ketimpangan sosial yang menindas rakyat kecil seperti orang Yahudi di Palestina. Perintah sensus dari Kaisar Agustus yang disebutkan dalam ayat pertama menjadi lambang supremasi politik Romawi yang mengontrol kehidupan setiap warga. Lukas dengan cermat memasukkan fakta ini untuk menegaskan bahwa kelahiran Mesias terjadi dalam kerangka sejarah dunia yang nyata. Dengan demikian, Lukas hendak menunjukkan bahwa karya Allah tidak terjadi terpisah dari sejarah manusia, melainkan justru menembus dan mentransformasinya dari dalam.

Selain konteks politik, faktor budaya juga berperan penting dalam memahami makna kelahiran Yesus. Dalam budaya Yahudi, kelahiran anak laki-laki merupakan tanda berkat dan penerusan janji Allah kepada generasi berikutnya. Namun, Yesus lahir bukan di rumah keluarga yang nyaman atau istana kerajaan, melainkan di kandang yang hina di Betlehem. Hal ini merupakan pembalikan nilai-nilai sosial pada zamannya, di mana kehormatan dan kekuasaan menjadi ukuran martabat seseorang. Lukas menampilkan Yesus yang lahir di antara kaum miskin untuk menegaskan bahwa keselamatan tidak dimulai dari pusat kekuasaan, tetapi dari pinggiran masyarakat. Untuk itu, peristiwa ini menunjukkan bahwa kasih Allah tidak mengenal batas status sosial dan hadir bagi semua orang yang rendah hati.


Penjelasan Teks

Lukas memulai narasi kelahiran Yesus dengan menyebut perintah sensus yang dikeluarkan oleh Kaisar Agustus (Luk. 2:1). Secara historis, sensus ini bertujuan untuk pendataan pajak dan pengawasan militer, namun secara teologis Lukas melihatnya sebagai sarana Allah untuk menggenapi nubuat. Dengan perintah itu, Yusuf dan Maria harus pergi ke Betlehem, kota Daud, sesuai dengan silsilah Yusuf yang berasal dari keturunan Daud. Lukas ingin menegaskan bahwa Yesus yang lahir di Betlehem bukanlah kebetulan, melainkan penggenapan nubuat Nabi Mikha (Mikha 5:1) bahwa dari Betlehem akan lahir seorang penguasa bagi Israel. Dengan demikian, Allah bekerja melalui keputusan politik duniawi untuk menggenapi rencana keselamatan-Nya.

Perjalanan Yusuf dan Maria ke Betlehem menggambarkan ketaatan mereka terhadap hukum yang berlaku sekaligus kesetiaan mereka kepada Allah. Dalam konteks budaya Yahudi, perjalanan jauh yang dilakukan seorang wanita hamil menjelang kelahiran merupakan hal yang berat dan berisiko. Namun, Lukas menampilkan keduanya sebagai pasangan yang percaya dan taat kepada rencana ilahi. Betlehem sebagai kota kecil di wilayah Yudea memiliki makna simbolis sebagai tempat kelahiran Daud, raja pilihan Allah. Dengan menempatkan kelahiran Yesus di Betlehem, Lukas menegaskan kesinambungan antara janji Allah kepada Daud dan penggenapannya dalam diri Kristus. Maka dari itu, Lukas hendak memperlihatkan bahwa Yesus adalah Mesias sejati yang datang sebagai Raja Damai, bukan melalui kekuatan duniawi, tetapi melalui ketaatan dan kerendahan.

Ketika dikatakan bahwa “Maria melahirkan anaknya yang sulung, lalu membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya di dalam palungan,” Lukas menyajikan gambaran yang penuh kesederhanaan dan simbolik. Palungan, tempat makanan ternak, menjadi simbol kerendahan dan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan tersisih. Dalam tradisi Yahudi, kelahiran seorang anak biasanya disambut dengan pesta dan doa di rumah keluarga, namun Yesus lahir di tempat yang tidak layak bahkan tanpa fasilitas dasar. Ini bukan karena kebetulan, melainkan karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Dengan demikian, Lukas hendak menekankan bahwa Allah hadir bukan di tempat yang nyaman, tetapi di ruang kemiskinan dan kesederhanaan, menunjukkan solidaritas-Nya dengan manusia yang lemah.

Ungkapan “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (ay. 7) memiliki makna teologis yang mendalam. Dalam konteks sosial, penginapan di masa itu biasanya penuh sesak karena banyaknya orang yang datang untuk sensus, tetapi Lukas menulisnya dengan nuansa simbolik yang menggambarkan penolakan dunia terhadap Sang Juruselamat. Dunia yang dikuasai oleh kekuasaan dan keserakahan tidak menyediakan ruang bagi Allah yang datang dengan kerendahan. Motif “tidak ada tempat” ini menjadi cerminan kondisi hati manusia yang tertutup terhadap karya keselamatan Allah. Dengan demikian, Lukas menantang pembacanya untuk membuka ruang dalam hati bagi kedatangan Kristus yang sering kali datang dalam wujud yang sederhana dan tak terduga.

Secara politik, kelahiran Yesus pada masa pemerintahan Kaisar Agustus memiliki dimensi ironis. Kaisar dianggap sebagai “anak dewa” dan “pembawa damai” (divi filius dan princeps pacis), tetapi Lukas memperkenalkan Yesus sebagai “Anak Allah” yang sejati dan pembawa damai yang sesungguhnya. Lukas menulis dalam konteks di mana propaganda kekaisaran menekankan bahwa keselamatan datang dari Roma, sementara Lukas menyatakan bahwa keselamatan sejati datang dari Betlehem. Dengan menempatkan dua “raja” ini secara kontras, Lukas menghadirkan kritik teologis terhadap sistem kekuasaan dunia. Dengan demikian, kelahiran Yesus menjadi deklarasi bahwa Allah membalikkan struktur kuasa manusia dengan menghadirkan Raja yang melayani, bukan menindas.

Lukas menulis Injilnya kepada Teofilus dan komunitas Kristen non-Yahudi yang hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan Romawi. Bagi pembaca Yunani-Romawi, kisah kelahiran seorang “raja” di kandang adalah sesuatu yang paradoks. Namun, paradoks ini justru menjadi inti teologi Lukas: Allah hadir dalam kerendahan dan solidaritas dengan manusia. Dalam konteks pembacanya, Lukas ingin menunjukkan bahwa iman kepada Kristus bukanlah tentang status atau kekuasaan, melainkan tentang penyerahan diri kepada kehendak Allah. Untuk itu, Lukas menegaskan bahwa kerajaan Allah hadir bukan melalui kekuatan politik, tetapi melalui kasih dan pelayanan yang merendahkan diri.

Kisah kelahiran Yesus juga menunjukkan kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dengan menyebut Betlehem, keturunan Daud, dan ketaatan Yusuf serta Maria, Lukas menegaskan bahwa karya Allah berlangsung dalam alur sejarah umat pilihan. Janji keselamatan yang dahulu dinyatakan kepada Abraham dan Daud kini diwujudkan dalam diri Yesus Kristus. Kelahiran-Nya menjadi puncak sejarah penyelamatan di mana Allah setia pada janji-Nya. Maka dari itu, teks ini memperlihatkan kesinambungan antara sejarah Israel dan karya keselamatan universal yang mencakup seluruh umat manusia.

Secara teologis, peristiwa inkarnasi dalam Lukas 2:1–7 menegaskan misteri Allah yang menjadi manusia. Allah tidak memilih jalan spektakuler untuk menyatakan diri-Nya, tetapi justru memilih jalan yang lemah, rapuh, dan manusiawi. Dengan lahir sebagai bayi, Allah menunjukkan kerendahan hati-Nya untuk masuk ke dalam pengalaman manusia secara penuh. Inkarnasi ini bukan hanya peristiwa historis, melainkan tindakan kasih yang menghapus jarak antara Allah dan manusia. Dengan demikian, kelahiran Yesus merupakan bukti konkret bahwa Allah tidak jauh dan asing, tetapi hadir dan menyertai dalam penderitaan dan kelemahan manusia.

Lukas juga menekankan aspek kemanusiaan Yesus melalui detail lampin dan palungan. Detail ini menunjukkan bahwa Yesus sungguh menjadi manusia dengan segala keterbatasannya, bukan hanya penampakan ilahi. Dalam tradisi gereja awal, hal ini menjadi dasar bagi pengakuan iman bahwa Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Kehadirannya di dunia menguduskan kehidupan manusia dari sejak lahir hingga mati. Dengan demikian, Lukas 2:1–7 bukan sekadar narasi sejarah, tetapi pengajaran teologis tentang solidaritas Allah dengan manusia yang menderita.

Refleksi dan Implikasi Teologis bagi Masa Kini

Bagi pembaca masa kini, kisah kelahiran Yesus menantang setiap orang untuk memaknai kembali arti kehadiran Allah dalam kehidupan yang sering kali dipenuhi oleh kekuasaan, kesombongan, dan ketidakpedulian sosial. Allah yang memilih kandang sebagai tempat kelahiran menunjukkan bahwa kasih dan keselamatan tidak bergantung pada kemewahan atau status, tetapi pada hati yang terbuka bagi kehadiran-Nya. Dalam dunia modern yang materialistis, pesan Lukas ini mengingatkan bahwa Kristus hadir di tengah kehidupan yang sederhana, di antara mereka yang terpinggirkan dan terlupakan. Dengan demikian, umat percaya diajak untuk mengenali kehadiran Allah bukan dalam kemegahan, tetapi dalam kerendahan dan kasih yang melayani.

Lebih jauh, teks ini mengajak gereja masa kini untuk meneladani kerendahan dan ketaatan Maria serta Yusuf. Dalam situasi sosial yang penuh ketidakpastian dan tekanan, mereka tetap beriman bahwa Allah setia menyertai. Demikian pula, umat Kristen dipanggil untuk hidup dalam ketaatan terhadap kehendak Allah meski dalam situasi yang sulit dan tidak pasti. Kelahiran Yesus di palungan menjadi simbol pengharapan bahwa di tengah dunia yang gelap, terang Allah tetap bersinar. Dengan demikian, pesan utama Lukas 2:1–7 ialah bahwa Allah Immanuel senantiasa hadir menyertai umat-Nya di segala zaman dan keadaan, membawa damai sejahtera yang melampaui segala pengertian.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: